Jakarta — Laporan terbaru Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) menyebutkan, sepanjang 2024, transisi ke energi hijau berhasil menghemat biaya bahan bakar fosil dunia hingga 467 miliar dolar AS, sekaligus memperkuat daya tahan ekonomi negara-negara pengadopsinya.
Direktur Jenderal IRENA, Francesco La Camera, di tengah gejolak geopolitik dan ketidakpastian pasar energi global, investasi pada energi terbarukan terbukti memberikan keuntungan ekonomi besar. “Energi baru terbarukan mengungguli bahan bakar fosil dalam hal biaya, menawarkan jalan yang jelas menuju energi yang terjangkau, aman, dan berkelanjutan. Pencapaian ini merupakan hasil dari inovasi, arah kebijakan, dan pasar yang terus berkembang selama bertahun-tahun,” ujarnya dalam rilis pers, Selasa, 22 Juli.
Laporan IRENA mencatat kapasitas terpasang energi terbarukan global melonjak hampir 20% dibandingkan tahun lalu, mencapai 582 gigawatt. Langkah ini bukan hanya memperluas akses energi bersih, tetapi juga menghindarkan dunia dari konsumsi bahan bakar fosil setara 57 miliar dolar AS.
Asia menjadi motor utama ekspansi ini dengan penambahan 413,2 GW, dan Tiongkok mendominasi kontribusi global — menyumbang lebih dari 61% instalasi pembangkit fotovoltaik baru dan hampir 70% kapasitas angin baru. Negara lain seperti Amerika Serikat, India, Brasil, dan Jerman juga menjadi pilar penting dalam memperluas adopsi teknologi bersih.
Dari sisi keekonomian, energi terbarukan bukan hanya bersaing — tapi mengalahkan biaya listrik dari batu bara atau gas. 91% pembangkit energi terbarukan skala utilitas yang dibangun pada 2024 menghasilkan listrik lebih murah daripada pembangkit fosil baru termurah. Angin darat misalnya, hanya membutuhkan USD 0,034/kWh, sementara tenaga surya fotovoltaik sebesar USD0,043/kWh — jauh di bawah rata-rata bahan bakar fosil.
“Transisi menuju energi terbarukan tidak dapat dipulihkan, tetapi kecepatan dan keadilannya bergantung pada pilihan yang kita buat hari ini,” kata La Camera
Penurunan harga teknologi terbarukan sejak 2010 pun luar biasa: biaya pemasangan tenaga surya kini hanya USD691/kW, angin darat USD1.041/kW, dan angin lepas pantai USD2.852/kW.
Tidak hanya pembangkitan, biaya penyimpanan energi juga ikut anjlok. Harga sistem baterai skala besar turun 93% sejak 2010, mencapai USD192/kWh pada 2024. Penurunan ini didorong oleh peningkatan efisiensi manufaktur dan optimalisasi bahan baku — tren yang diperkirakan masih akan berlanjut, meski dengan laju melambat.
Amerika Serikat dan Tiongkok kembali memimpin dalam penggunaan sistem penyimpanan energi, yang banyak ditempatkan dekat pembangkit surya untuk menjaga stabilitas jaringan. Integrasi teknologi ini dianggap krusial dalam menjawab tantangan intermitensi energi terbarukan.
IRENA juga mencatat, negara-negara di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan memiliki potensi pertumbuhan paling tinggi.
La Camera mengingatkan bahwa “kemajuan ini tidak dijamin. Meningkatnya ketegangan geopolitik, tarif perdagangan, dan kendala pasokan material mengancam untuk memperlambat momentum dan menaikkan biaya. Untuk menjaga keuntungan dari transisi energi, kita harus memperkuat kerja sama internasional, mengamankan rantai pasokan yang terbuka dan tangguh, serta menciptakan kerangka kerja kebijakan dan investasi yang stabil-terutama di negara-negara Selatan.” (Hartatik)
Foto banner: metamorworks/shutterstock.com