Indonesia siapkan strategi diplomasi di COP30 Brasil, desak janji pendanaan iklim

Jakarta – Pemerintah Indonesia menegaskan akan mengutamakan isu pendanaan iklim dalam agenda perundingan Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP30) yang digelar di Belém, Brasil, pada November 2025. Delegasi Indonesia dipastikan akan menuntut negara-negara maju agar menepati komitmen finansial yang sudah lama dijanjikan, namun hingga kini belum terealisasi.

Wakil Menteri Lingkungan Hidup (LH), Diaz Hendropriyono, dalam keterangan resmi pada rapat kick-off persiapan Delegasi Indonesia untuk COP30, Kamis, 28 Agustus, menyoroti janji pendanaan iklim yang bermula dari Copenhagen Accord. Saat itu, negara-negara maju berjanji akan menggelontorkan bantuan sebesar 100 miliar dolar AS per tahun kepada negara berkembang. Namun, laporan resmi UNFCCC menunjukkan bahwa janji tersebut masih jauh dari kenyataan.

“Janji itu belum pernah benar-benar terpenuhi. Bahkan target baru New Collective Quantified Goals sebesar 1,3 triliun dolar AS pun hanya disepakati realisasinya sebesar 300 miliar dolar. Artinya, kesenjangan pendanaan masih sangat besar,” ujar Diaz.

Menurutnya, Indonesia tidak bisa membiarkan negara-negara maju terus membuat komitmen tanpa tindak lanjut yang jelas. Kata Diaz, “Indonesia dan negara berkembang lain butuh bukti nyata, bukan sekadar janji.”

Kementerian LH menjelaskan bahwa rapat persiapan COP30 ini merupakan forum koordinasi awal lintas kementerian, mitra pembangunan, serta lembaga internasional. Persiapan ini penting mengingat COP adalah forum global terbesar yang mempertemukan hampir seluruh negara untuk menyepakati langkah menahan kenaikan suhu bumi agar tidak melebihi 1,5 derajat Celcius.

Selain menyoroti pendanaan iklim, Diaz juga menekankan bahwa Indonesia akan menggunakan momentum COP30 untuk memperkuat diplomasi karbon. Paviliun Indonesia tahun ini tidak hanya akan berfungsi sebagai ruang seminar, tetapi juga menjadi ajang memperluas kerja sama perdagangan karbon.

Sejumlah peluang kerja sama yang tengah dibahas antara lain adalah rencana pembelian 12 juta ton CO₂ ekuivalen oleh Norwegia hingga 2035, potensi kolaborasi dengan Jepang dan Korea, serta pengembangan Renewable Energy Certificate (REC) oleh PLN. Indonesia juga mendorong adanya kesepakatan internasional melalui Mutual Recognition Agreements (MRA) dengan standar global seperti Gold Standard (GS) dan Verra.

Namun, Diaz mengingatkan bahwa diplomasi iklim Indonesia hanya bisa berhasil dengan dukungan kolektif. “Kita tidak bisa bekerja sendiri. Ada 20-an kelompok kerja (working group) yang harus dipimpin oleh negosiator handal sesuai bidangnya. Dukungan seluruh kementerian, lembaga, dan pakar sangat penting untuk memperkuat posisi Indonesia,” kata Diaz. (Hartatik)

Foto banner: Curupira, Maskot COP30 Brasil. Sumber: Cop30.br 

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles