IESR: Kerugian ratusan triliun akibat perubahan iklim bukti transisi energi penting untuk ekonomi Indonesia

Jakarta – Institute for Essential Services Reform (IESR) mengatakan bahwa transisi energi adalah fondasi penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan dan berdaya saing dalam menghadapai dampak buruk perubahan iklim yang menyebabkan kerugian ekonomi ratusan triliun rupiah per tahun.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menegaskan bahwa kebijakan energi rendah karbon merupakan syarat mutlak agar Indonesia bisa keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah. Pernyataan itu ia sampaikan dalam keterangan tertulis IESR yang dirilis Rabu, 30 Juli.

“Studi Bappenas menunjukkan, jika tidak segera beralih ke pembangunan rendah karbon, Indonesia bisa kehilangan pendapatan ekonomi hingga Rp 550 triliun akibat dampak perubahan iklim,” kata Fabby. Ia merujuk pada kajian Low Carbon Development Initiative (LCDI) yang dirancang Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sebagai bagian dari peta jalan Indonesia menuju negara maju.

Menurut Fabby, polusi udara di wilayah perkotaan seperti Jakarta bahkan telah menimbulkan kerugian ekonomi puluhan triliun rupiah per tahun, terutama akibat penurunan produktivitas dan meningkatnya beban kesehatan masyarakat. Kondisi ini memperjelas bahwa upaya penurunan emisi harus menjadi bagian dari strategi pembangunan ekonomi nasional.

Lebih jauh, Fabby menekankan pentingnya implementasi Second Nationally Determined Contribution (SNDC) dan peningkatan target penurunan emisi sebagai landasan kebijakan yang mendorong investasi hijau. Namun ia juga mengingatkan bahwa investor tidak akan datang jika tidak ada jaminan hukum dan tata kelola yang bersih.

“Kita harus membangun kepercayaan. Itu artinya, tidak cukup hanya membuat target, tapi juga memberantas korupsi, memberikan kepastian regulasi, dan memastikan ketersediaan energi terbarukan bagi sektor industri,” ujarnya.

Fabby menyebutkan bahwa saat ini banyak investor global, termasuk di sektor manufaktur dan pusat data, mulai menjadikan akses terhadap energi bersih sebagai syarat utama sebelum berinvestasi. Bila Indonesia gagal menyediakan energi terbarukan secara memadai, negara lain seperti Malaysia atau Vietnam bisa menjadi alternatif yang lebih menarik karena intensitas emisinya lebih rendah.

Di sisi teknis, Fabby juga menyoroti pentingnya pengembangan pembangkit berbasis biomassa, panas bumi, dan PLTS atap sebagai solusi transisi energi yang ekonomis dan ramah lingkungan.

Untuk pembangkit biomassa, ia menyarankan agar bahan baku diambil dari pohon-pohon yang ditanam di lahan kritis dan diolah menjadi wood chip, dengan jarak distribusi tidak lebih dari 30 kilometer dari PLTU. “Kalau jaraknya terlalu jauh, justru menambah emisi dari transportasi,” jelasnya.

Pada pengembangan panas bumi, Fabby mengingatkan bahwa Indonesia menyimpan sekitar 40 persen cadangan global. Namun banyak sumber potensialnya berada di kawasan hutan, sehingga perlu regulasi yang harmonis agar pemanfaatannya tidak merusak lingkungan.

Sementara itu, pemanfaatan PLTS atap dinilai masih belum optimal meskipun sudah diatur dalam Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Regulasi tersebut sebenarnya mewajibkan bangunan pemerintah untuk mengalokasikan 30 persen atapnya dan bangunan mewah 25 persen sebagai tempat instalasi panel surya.

Ia menambahkan bahwa rumah-rumah mewah dengan luas bangunan lebih dari 100 meter persegi menyimpan potensi energi surya yang sangat besar, bahkan bisa menghasilkan ratusan gigawatt listrik jika dimanfaatkan secara kolektif.

Dengan memanfaatkan potensi energi terbarukan yang melimpah dan memperkuat regulasi yang mendukung pembangunan rendah karbon, Indonesia berpeluang besar untuk menekan kerugian akibat krisis iklim dan sekaligus menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih tangguh dan berkeadilan. (Hartatik)

Foto banner: Gambar dibuat oleh DALL-E OpenAI melalui ChatGPT (2024)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles