IESR: Indonesia perlu strategi transportasi rendah emisi yang terkoordinasi dan berkeadilan

Jakarta – Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam laporan terbarunya menegaskan bahwa Indonesia membutuhkan strategi transportasi rendah emisi yang terkoordinasi dan berkeadilan jika ingin mencapai target net zero emission (NZE) pada 2060, atau bahkan lebih awal.

Laporan Indonesia Sustainable Mobility Outlook (ISMO) 2025 yang diluncurkan Senin, 14 Juli, mendorong pemerintah agar segera membenahi sistem transportasi nasional yang dinilai belum ramah lingkungan, boros energi, dan berpotensi memperlebar ketimpangan akses masyarakat terhadap mobilitas yang layak.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, mengatakan bahwa sektor transportasi menyumbang sekitar 202 juta ton emisi karbon dioksida pada 2024, atau sekitar seperempat dari total emisi sektor energi. Ia menyebutkan, tanpa intervensi serius, emisi dari sektor ini diperkirakan bisa melonjak hingga tiga kali lipat pada 2060.

“Tanpa arah yang jelas dan strategi transisi yang kuat, pertumbuhan sektor transportasi justru akan menambah beban ekonomi nasional, memperparah kemacetan, memperbesar impor bahan bakar minyak, dan memperburuk krisis polusi udara di kota-kota besar,” ujar Fabby.

Ia juga menambahkan bahwa dengan proyeksi lonjakan jarak tempuh per kapita hingga dua kali lipat pada 2050, sistem transportasi saat ini akan menjadi beban besar bagi fiskal dan kesehatan masyarakat jika tidak segera ditransformasikan.

Laporan ISMO 2025 menyodorkan pendekatan integratif melalui prinsip Avoid-Shift-Improve (ASI) yang diyakini mampu menurunkan emisi transportasi secara drastis. Pendekatan ini mengombinasikan pengurangan kebutuhan perjalanan, peralihan ke moda transportasi rendah emisi, dan peningkatan teknologi serta efisiensi kendaraan. Dalam proyeksi IESR, jika strategi ini diterapkan dengan konsisten, emisi karbon sektor transportasi bisa ditekan hingga 76 persen pada 2060, yakni dari 561 juta ton menjadi 117 juta ton emisi setara karbon dioksida. Dari total itu, sebanyak 24 persen sisa emisi masih berasal dari sektor angkutan barang yang belum banyak tersentuh dalam kajian ini.

Ilham R.F. Surya, analis kebijakan lingkungan IESR, menyatakan bahwa sebagian besar emisi sektor transportasi berasal dari transportasi jalan, dengan kontribusi utama dari mobil pribadi, sepeda motor, dan angkutan barang. Ia merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, yang menunjukkan bahwa mayoritas pengguna sepeda motor memilih moda tersebut karena dinilai lebih cepat dan fleksibel, sedangkan pengguna mobil pribadi lebih mengutamakan kenyamanan. Fenomena ini, menurut Ilham, makin diperparah oleh meningkatnya pendapatan masyarakat yang justru mendorong peningkatan kepemilikan kendaraan pribadi alih-alih beralih ke transportasi umum.

ISMO 2025 juga menyoroti berbagai upaya pemerintah yang perlu diperkuat, seperti pembangunan jaringan transportasi publik yang lebih merata di luar Jawa, peningkatan kualitas layanan transportasi massal melalui skema Buy The Service (BTS), serta perencanaan kota yang lebih terintegrasi agar jarak tempuh masyarakat bisa dikurangi secara signifikan. Adopsi kendaraan listrik juga disebut sebagai bagian penting dari strategi dekarbonisasi, namun IESR menekankan bahwa elektrifikasi saja tidak cukup tanpa disertai reformasi sistemik pada manajemen perjalanan dan aksesibilitas mobilitas publik.

Faris Adnan Padhilah, Koordinator Riset Manajemen Permintaan Energi IESR, menjelaskan bahwa strategi ASI berpotensi menurunkan emisi puncak transportasi pada 2030 dari 201 juta ton menjadi 164 juta ton, atau sekitar 18 persen. Menurut Faris, kombinasi kebijakan yang solid seperti penerapan sistem ganjil-genap, pembangunan transportasi publik di kota-kota sekunder, serta pemberian insentif kendaraan listrik dan bahan bakar rendah emisi akan mempercepat transformasi sistem transportasi nasional menjadi lebih adil, efisien, dan rendah karbon.

Fabby menegaskan kembali bahwa keberhasilan strategi ini bergantung pada kemauan politik dan komitmen kebijakan yang kuat dari pemerintah pusat. “Kalau Indonesia sungguh ingin mewujudkan pertumbuhan ekonomi 8 persen seperti yang diinginkan Presiden Prabowo, maka transportasi berkelanjutan harus menjadi bagian dari arsitektur pembangunan nasional, bukan hanya pelengkap,” tegasnya. (Hartatik)

Foto banner: Bis listrik di Jakarta. 15 Mei 2022. tanahair.net/nsh

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles