Jakarta – Teluk Weda dan Pulau Obi di Provinsi Maluku Utara menghadapi ancaman serius dari dampak penambangan dan hilirisasi nikel, menurut hasil riset Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) terbaru.
Riset yang berjudul “Status Kualitas Air dan Kesehatan Biota Laut” membawa sorotan terhadap kondisi kualitas air perairan di kawasan tersebut yang diduga mengalami pencemaran, terutama logam berat yang dapat membahayakan biota laut, termasuk ikan.
Manager Advokasi Tambang Walhi Maluku Utara, Mubaliq Tomagola menegaskan bahwa Teluk Bulo, Halmahera Timur, juga menghadapi masalah serupa.
“Ketiga lokasi tersebut merupakan wilayah yang dekat dengan kawasan industri hilirisasi nikel, seperti Harita Nickel, PT IWIP, dan wilayah operasional penambangan nikel PT Aneka Tambang (ANTAM),” ujarnya dalam keterangan resmi.
Tomagola menyampaikan keprihatinannya atas dampak negatif terhadap perairan dan biota laut yang disebabkan oleh aktivitas industri nikel di kawasan tersebut. Ia menyoroti keberadaan ikan yang merupakan target konsumsi masyarakat lokal yang telah terpapar logam berat bersifat toksik.
Situasi ini mengundang keprihatinan terkait potensi bahaya kesehatan masyarakat setempat. Pencemaran air dan dampaknya terhadap biota laut juga memberikan gambaran sulitnya pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan di tengah pertumbuhan industri hilirisasi nikel.
Ia mengatakan proyek strategis nasional (PSN) itu secara langsung membuat sungai-sungai hancur. Sungai yang rusak antara lain Sungai Akejira dan Ake Kobe yang membentang melewati pemukiman Desa Woekop, Desa Worjerana, Desa Kulo Jaya, dan Desa Lukulamo, Weda Tengah, Halmahera Tengah.
Menurutnya, perubahan warna dari kedua air pada aliran sungai itu sudah terjadi sejak 2018 dan masih keruh sampai saat ini. Ia menjelaskan terkontaminasinya air dengan ore tambang nikel membuat akses warga terhadap air bersih dari dua sungai itu pupus. Padahal, semula aliran sungai tersebut merupakan sumber kebutuhan air bersih dengan segala pemenuhan keperluan rumah tangga warga sekitar.
Provinsi Maluku Utara kini memiliki tiga kawasan hilirisasi industri pengolahan bijih nikel, dengan dua di antaranya, Harita Nickel di Pulau Obi dan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) yang sudah beroperasi. Kedua perusahaan ini terintegrasi dengan PT Weda Bay Nikel di Weda, Halmahera Tengah.
Pemerintah berencana membangun pabrik komponen kendaraan baterai listrik di Buli, Halmahera Timur, pada tahun ini, sebagai bagian dari program hilirisasi nikel.
Sementara itu, Walhi dan Forum Studi Halmahera (Foshal) mengkritik program hilirisasi nikel yang digaungkan pemerintah sejak 2015. Keduanya menilai bahwa meskipun pertumbuhan ekonomi Maluku Utara tumbuh pesat, hal itu tidak sebanding dengan peningkatan angka kemiskinan di daerah tersebut. Walhi mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi sebesar 23,89 persen pada triwulan dua tahun 2023 tidak tercermin dalam penurunan angka kemiskinan, yang malah terus meningkat.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku Utara menunjukkan peningkatan jumlah penduduk miskin, yang pada Maret 2022 mencapai 79.87 ribu orang, naik menjadi 82.13 ribu orang pada September 2022, dan kembali meningkat menjadi 83.80 ribu orang pada Maret 2023.
Program hilirisasi nikel, yang menjadi bagian dari agenda pemerintah untuk memberikan nilai tambah bagi hasil tambang, telah mendapatkan dukungan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Namun, kini menjadi fokus perdebatan dalam Pemilihan Presiden 2024. Calon presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk melanjutkan program hilirisasi, sementara pasangannya, Gibran Rakabuming Raka, menegaskan bahwa hilirisasi merupakan bagian integral dari program transisi energi yang mendapat dukungan penuh.
Dengan perdebatan ini, isu lingkungan dan keberlanjutan menjadi sorotan utama, menimbulkan pertanyaan serius terkait dampak nyata program hilirisasi nikel terhadap lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di Maluku Utara. (Hartatik)
Foto banner: Smelter nikel di Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara yang menjadi program hilirisasi nikel mendapat sorotan atas dugaan praktik pencemaran lingkungan. (Sumber: Watchdoc)