Deloitte: Asia-Pasifik perlu investasi Rp1.400 triliun hingga 2050 untuk capai net-zero

Jakarta – Laporan terbaru Deloitte menekankan bahwa kawasan Asia Pasifik membutuhkan investasi antara USD80 triliun–USD90 triliun (sekitar Rp1.400 triliun) hingga 2050 untuk mempercepat transisi menuju ekonomi rendah karbon.

Dalam laporan berjudul “Accelerating Net-Zero: Critical Opportunities in Asia Pacific’s Climate Policy”, Deloitte memperingatkan bahwa Asia Pasifik bukan hanya memiliki peluang besar untuk memimpin transisi energi bersih, tetapi juga risiko terbesar bila langkah dekarbonisasi tertunda. Jika transisi berjalan efektif, potensi pertumbuhan ekonomi kawasan bisa mencapai USD50 triliun pada 2070.

Dalam laporan itu, Deloitte mengidentifikasi empat pilar utama yang harus diperkuat untuk mempercepat transisi. Pertama bahan bakar masa depan termasuk hidrogen hijau, yang berperan vital dalam dekarbonisasi transportasi, industri berat, dan listrik, namun masih menghadapi biaya tinggi dan keterbatasan pasokan.

Kedua mineral kritis seperti nikel, litium, dan kobalt, yang permintaannya melonjak tajam, tetapi pasokannya terkonsentrasi di sedikit negara dan berisiko menimbulkan masalah lingkungan. Ketiga produksi baterai, yang harus berkembang pesat untuk menopang kendaraan listrik dan penyimpanan energi, namun menghadapi kendala sumber daya dan tekanan margin.

Keempat transformasi industri, yang menuntut peralihan dari proses berbasis energi fosil menuju teknologi rendah emisi, meski opsi komersial yang layak masih terbatas.

Tantangan Asia Tenggara

Menurut Sustainability & Emerging Assurance Leader Deloitte Southeast Asia, K Ganesan Kolandevelu, Asia Tenggara berada di persimpangan penting dalam gelombang dekarbonisasi berikutnya. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi yang cepat, kebutuhan energi yang tinggi, dan titik awal yang berbeda di setiap negara membuat transisi ini penuh tantangan.

Ganesan mengatakan arah kebijakan yang jelas dan terkoordinasi diperlukan agar investasi besar dapat masuk, teknologi baru bisa berkembang, dan kolaborasi lintas negara terwujud. Ia menambahkan, sektor swasta juga harus mengubah model operasi dan rantai pasoknya agar dapat menangkap peluang dari industri rendah karbon yang sedang tumbuh.

Deloitte menegaskan, dekade ini menjadi periode penentu. Tanpa percepatan, kawasan akan menghadapi kerugian besar akibat krisis iklim, mulai dari bencana alam, ketahanan energi, hingga hilangnya daya saing ekonomi global. (Hartatik)

Foto banner: Gambar dibuat oleh DALL-E OpenAI melalui ChatGPT (2024)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles