Jakarta – Para analis mengatakan bahwa target Presiden Prabowo Subianto untuk bertransisi sepenuhnya listrik di Indonesia ke energi terbarukan (EBT) dalam satu dekade ke depan akan sulit diwujudkan bila mengacu pada kerangka kebijakan yang ada saat ini.
Analisis dari Center for Research on Energy and Human (Cerah) menunjukkan bahwa rencana transisi menuju 100 persen EBT belum memiliki peta jalan yang jelas. Energi fosil bahkan masih menempati porsi besar dalam berbagai dokumen strategis pemerintah.
“Tidak ada kejelasan mengenai pembangkit listrik fosil mana saja yang akan dipensiunkan, berapa kapasitasnya, dan kapan jadwal pelaksanaannya. Tanpa kepastian itu, tambahan EBT tidak akan cukup untuk mencapai 100 persen,” ujar Sartika Nur Shalati, Policy Strategist Cerah, Selasa, 2 September.
Sartika menjelaskan, dokumen Kebijakan Energi Nasional (KEN), Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), maupun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) masih memasukkan energi fosil dalam bauran hingga jangka panjang.
Dalam RUPTL 2025–2034, pemerintah masih merencanakan pembangunan 16,6 gigawatt (GW) pembangkit fosil baru. Sementara di RUKN, porsi energi fosil masih ditargetkan sekitar 26 persen pada 2060.
PLTS 100 GW belum masuk dokumen teknis
Cerah juga menyoroti janji pembangunan 100 GW Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang digadang-gadang sebagai tulang punggung transisi energi. Namun, rencana ini belum masuk ke dalam RUPTL maupun regulasi teknis lainnya.
“Tanpa cantolan regulasi dan perencanaan teknis, target 100 GW PLTS akan sulit diwujudkan. Padahal, ini salah satu pilar utama untuk mendorong Indonesia menuju bauran energi bersih,” jelas Sartika.
Menurut Sartika, salah satu langkah mendesak adalah harmonisasi antara visi politik dan dokumen perencanaan energi. Sartika menekankan bahwa pemerintah perlu meninjau ulang kebijakan yang masih memberi ruang bagi energi fosil.
“Target Presiden patut diapresiasi sebagai dorongan ambisius untuk mempercepat transisi energi. Tetapi agar tidak sekadar menjadi slogan, pemerintah harus merevisi dokumen strategis dan memperkuat kerangka regulasi yang sejalan dengan 100 persen EBT,” tegasnya. (Hartatik)
Foto banner: metamorworks/shutterstock.com