Jakarta – Peringatan baru terkait ancaman kesehatan akibat perubahan iklim muncul dalam studi terbaru Center of Economic and Law Studies (Celios). Laporan tersebut menegaskan bahwa perubahan iklim diproyeksikan memperburuk kesehatan masyarakat Indonesia dalam beberapa dekade mendatang, terutama melalui peningkatan penyakit menular maupun tidak menular, serta dampak langsung terhadap kondisi fisik dan mental masyarakat.
Peneliti Celios, Lay Monica, Jumat, 21 November, menjelaskan bahwa tren suhu yang terus meningkat, perubahan ekosistem, serta bencana alam yang semakin sering terjadi akan memicu tekanan besar terhadap sistem kesehatan nasional.
“Peningkatan suhu, gangguan ekosistem, dan frekuensi bencana alam diproyeksikan memperburuk kondisi fisik, mental, dan sosial masyarakat Indonesia dalam beberapa dekade mendatang,” ujarnya.
Menurut Lay, perubahan iklim juga memicu perluasan wilayah penyebaran berbagai penyakit. Daerah yang sebelumnya terlalu dingin bagi perkembangbiakan nyamuk kini mulai menghangat sehingga berpotensi menjadi habitat baru bagi vektor penyakit seperti malaria dan demam berdarah dengue.
“Perubahan temperatur tersebut dapat membuat daerah dingin yang dahulu tidak cocok untuk perkembangbiakan nyamuk, menjadi daerah yang hangat dan nyaman untuk perkembangbiakan vektor dan bibit penyakit,” tutur Lay.
Studi tersebut menggarisbawahi bahwa dampak perubahan iklim tidak berhenti pada meningkatnya risiko penyakit. Kenaikan suhu ekstrem, kekeringan, banjir, dan kebakaran hutan juga diperkirakan mendorong naiknya angka kecelakaan kerja, menurunkan produktivitas masyarakat, memperburuk kualitas udara, mengganggu ketahanan pangan, hingga mengancam kesehatan mental.
“Dampak-dampak ini berpotensi menghambat kemajuan yang telah dicapai dalam peningkatan kesehatan publik dan pengentasan kemiskinan di Indonesia,” imbuh Lay.
Penelitian Celios dilakukan sejak 20 Agustus hingga 22 September 2025 melalui metode tinjauan sistematis berdasarkan pedoman Preferred Reporting Items for Systematic reviews and Meta-Analyses
Dari 428 literatur ilmiah yang ditelusuri—meliputi basis data PubMed, laporan IPCC, dan publikasi The Lancet Countdown—hanya delapan artikel yang memenuhi kriteria untuk dianalisis lebih lanjut. Temuan ini justru mengungkap bahwa bukti ilmiah terkait dampak perubahan iklim terhadap kesehatan masyarakat Indonesia masih sangat terbatas.
“Hasil kajian menunjukkan masih terbatasnya bukti ilmiah yang secara khusus meneliti dampak perubahan iklim terhadap kesehatan di Indonesia. Sehingga dibutuhkan penelitian tambahan yang lebih kontekstual,” kata Lay.
Celios mendorong pemerintah memperkuat sistem pemantauan penyakit dan kesiapsiagaan tenaga kesehatan, termasuk meningkatkan investasi pada riset kesehatan berbasis iklim. Di sisi lain, integrasi kebijakan lintas sektor—kesehatan, sosial, dan lingkungan—dinilai mutlak untuk menghadapi krisis iklim yang kian nyata.
“Tanpa langkah adaptasi yang cepat, konsisten, dan berbasis data, beban penyakit maupun kerugian ekonomi dan sosial akibat perubahan iklim akan terus meningkat dalam dekade mendatang,” tegas Lay. (Hartatik)
Foto banner: Gambar dibuat oleh DALL-E OpenAI melalui ChatGPT (2024)


