Jakarta – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menegaskan bahwa perubahan iklim global menjadi ancaman nyata.
Kondisi ini memicu kekhawatiran luas, termasuk di Indonesia, yang meskipun belum masuk dalam zona kritis, tetap menghadapi tantangan signifikan terhadap ketahanan pangan dan ketersediaan air.
“Peningkatan suhu global setiap tahunnya adalah fakta yang tidak bisa diabaikan. Dampaknya tidak hanya bersifat global, tetapi juga langsung memengaruhi kondisi lokal seperti risiko kekeringan yang lebih tinggi,” ujar Dwikorita dalam keterangan tertulis, Jumat, 13 Desember.
Tahun 2023 telah ditandai sebagai periode kuat El Niño, sementara tahun 2024 diperkirakan menjadi masa transisi menuju fenomena La Nina. El Niño, yang ditandai dengan suhu permukaan laut yang lebih hangat di Samudera Pasifik, memperburuk risiko kekeringan di berbagai wilayah, termasuk Indonesia. Dwikorita menjelaskan bahwa dampak ini lebih terasa di sektor pertanian, di mana kelompok petani menjadi salah satu yang paling rentan.
BMKG telah menggelar Sekolah Lapang Iklim untuk membantu masyarakat menghadapi tantangan perubahan iklim. Tujuan pelatihan ini adalah memberikan pengetahuan kepada petani terkait pengelolaan sumber daya air dan penyesuaian pola tanam berdasarkan informasi iklim yang akurat.
BMKG mengingatkan bahwa ketergantungan Indonesia pada sumber daya air yang semakin terbatas, ditambah dengan pertumbuhan populasi dan urbanisasi, dapat memperburuk situasi jika tidak segera diantisipasi.
Menurut data terbaru BMKG, beberapa wilayah di Indonesia bahkan menunjukkan indikasi penurunan debit air tanah dan meningkatnya permintaan air domestik maupun industri. Hal ini dapat menjadi pemicu konflik sumber daya jika tidak diatasi dengan kebijakan yang tepat.
Dwikorita menekankan perlunya upaya kolektif untuk meningkatkan kesadaran dan aksi nyata menghadapi perubahan iklim. (Hartatik)