Jakarta – Dalam sebuah makalah akademis baru-baru ini, seorang cendekiawan dan aktivis Afrika Selatan menerbitkan sebuah kritik terhadap upaya perbaikan iklim yang sedang dilakukan oleh negara tersebut. Dr Alex Lenferna, seorang Peneliti Pascadoktoral di Universitas Nelson Mandela dan Sekretaris Jenderal Koalisi Keadilan Iklim di Afrika Selatan, menyelidiki kompleksitas moral yang melingkupi klaim Afrika Selatan atas pendanaan dan reparasi iklim, dengan menekankan pada sifat ekonomi negara tersebut yang sangat timpang dan berpolusi.
Lenferna berpendapat bahwa agar klaim Afrika Selatan dapat dibenarkan, ada dua syarat yang harus dipenuhi: pertama, negara tersebut harus menyelaraskan diri dengan aksi iklim global yang adil, dan kedua, pendanaan iklim harus berkontribusi dalam mentransformasi masyarakat Afrika Selatan yang tidak adil, dengan memberikan manfaat bagi masyarakat mayoritas, terutama masyarakat miskin, kulit hitam, dan kelas pekerja.
Kritik tersebut meneliti Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (JETP) dan Rencana Investasi yang diumumkan oleh Presiden Cyril Ramaphosa, dan mempertanyakan apakah kedua program tersebut memenuhi persyaratan yang diajukan. Lenferna menyuarakan keprihatinannya bahwa inisiatif-inisiatif ini mungkin tidak cukup menjawab kewajiban moral Afrika Selatan dan memperingatkan adanya potensi jebakan dalam model-model pendanaan yang dapat melayani kepentingan pemodal internasional, yang berpotensi merusak masa depan energi bersih.
Menyoroti konteks global, Lenferna menekankan perlunya pengawasan dari negara-negara Selatan dalam keterlibatan mereka dengan model pendanaan JETP. Ia berpendapat bahwa mekanisme pendanaan ini mungkin secara tidak sengaja menguntungkan para pemodal internasional yang ingin mendominasi sektor energi bersih. Ia menyerukan gerakan keadilan iklim untuk memastikan bahwa pendanaan iklim dapat memenuhi utang iklim yang harus dibayar oleh negara-negara di belahan bumi bagian Selatan, serta mendorong keadilan sosial, ekonomi, dan ekologi.
Sangat penting untuk dicatat bahwa perspektif Lenferna tidak hanya bersifat akademis. Sebagai Sekretaris Jenderal terpilih dari Koalisi Keadilan Iklim Afrika Selatan, ia membawa agenda aktivis yang kritis, melibatkan lebih dari 50 serikat pekerja dan organisasi akar rumput, berbasis komunitas, dan nirlaba. Dalam kapasitasnya ini, Lenferna secara aktif bekerja untuk membentuk agenda keadilan iklim yang transformatif dan secara kritis menilai Kemitraan JET dan tanggapan pemerintah Afrika Selatan terhadap krisis iklim.
Berdasarkan diskusi-diskusi tersebut, kritik Lenferna menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan dimensi etis dari reparasi iklim dan peran kemitraan internasional dalam mengatasi krisis iklim global.
Indonesia baru-baru ini memperkenalkan Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif JETP (JETP Comprehensive Investment and Policy Plan/CIPP), sebuah peta jalan strategis yang menguraikan skenario dekarbonisasi secara khusus untuk sektor ketenagalistrikan Indonesia. Selama KTT G20 di Bali pada akhir tahun 2022, negara-negara maju berkomitmen untuk memberikan kontribusi pendanaan sebesar USD 20 miliar untuk JETP bagi Indonesia. Komitmen ini kemudian meningkat menjadi USD 21,6 miliar. Skema ini banyak dikritik oleh organisasi masyarakat sipil karena porsi utang yang lebih besar dibandingkan hibah. (nsh)