45 tahun terakhir, suhu Bandung melonjak 3C

Jakarta – Kenaikan suhu akibat perubahan iklim global telah terasa di Bandung, Jawa Barat. Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kota Bandung yang dihimpun Bandungbergerak.id, rata-rata suhu Kota Bandung pada 1975 tercatat 22,6 derajat celsius. Namun, pada 2020, rata-rata suhu tertinggi di kota tersebut mencapai 25,69 derajat celsius.

“Artinya, dalam 45 tahun, suhu di Bandung bisa melonjak hingga 3 derajat celsius. Tren kenaikan suhu yang luar biasa ini terjadi karena El Nino (kemarau panjang) dan juga panasnya permukaan bumi,” ungkap Zadrach L Dupe dari Kelompok Keahlian Sains Atmosfer Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB) dikutip dari webinar bertajuk ”Bandung Hareudang” yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung dan Google News Initiative, Kamis (21/4).

Kondisi itu, lanjutnya, merupakan dampak perubahan iklim secara global, termasuk di Bandung. Jika puluhan tahun lalu warga bisa menikmati kabut, kini Kota Kembang terasa gerah atau hareudang dalam bahasa Sunda.

Perubahan iklim juga tidak terlepas dari peran manusia. Penambahan kendaraan, misalnya, turut meningkatkan suhu. Ia memaparkan, jumlah kendaraan roda empat baru di Bandung bisa mencapai 300 unit per pekan atau 15.000 per tahun.

”Padahal, rata-rata satu mobil itu mengeluarkan 5 ton emisi CO₂ atau karbon dioksida per tahun,” terangnya.

Jumlah penduduk di kota seluas 167 kilometer persegi itu juga terus melonjak. Pada 1940, total penduduk di Bandung mencapai 177.659 jiwa. Akan tetapi, 80 tahun selanjutnya atau 2020, jumlah penduduk mencapai 2.444.160 orang. Padahal pemerintah Belanda merancang Bandung dulu maksimal dihuni 200.000 orang.

Ledakan penduduk ini berdampak pada kenaikan suhu, karena manusia mengeluarkan karbon dioksida serta mendorong alih fungsi lahan. Ia mencatat, pada 1970, ruang terbuka hijau (RTH) di Bandung mencapai 35 persen dari luas wilayah. Namun, pada 2010, jumlahnya tersisa 10 persen. Tahun lalu, RTH yang dapat menyerap karbon dioksida di Bandung tercatat 12 persen.

Zadrach menilai kondisi geografis Bandung yang berbentuk cekungan menyebabkan udara terkurung di daerah tersebut. Kenaikan suhu, lanjutnya, otomatis meningkatkan potensi hujan lebat. Dampaknya, terjadi bencana hidometeorologi, seperti banjir dan longsor. Pertengahan Maret lalu, misalnya, banjir di Desa Rancaekek Kulon, Kecamatan Rancaekek, Bandung, menyeret seorang warga lanjut usia hingga meninggal.

Sebanyak 476 keluarga atau lebih dari 1.000 warga mengungsi akibat bencana tersebut. Oleh karena itu, Zadrach mengingatkan pentingnya menyeimbangkan kebutuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Hal itu dapat dilakukan mulai tingkat individu, seperti menghemat air dan tidak membuang sampah sembarangan hingga kebijakan pemerintah untuk mencegah ledakan penduduk serta alih fungsi lahan. (Hartatik)

Foto banner: Bandung – 23 Juni 2018: Pemandangan Udara Jembatan Gantung Pasupati, Flyover Terpanjang dan salah satu ikon Kota Bandung, dengan Latar Belakang Gunung Tangkuban Parahu (Akhmad Dody Firmansyah/shutterstock.com)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles