Semarang – Berdasarkan hasil studi Swiss Re Institute, perubahan iklim akan memberikan pengaruh negatif bagi pertumbuhan ekonomi negara-negara di ASEAN. Bahkan, Produk Domestik Bruto (PDB) negara-negara di ASEAN bakal mengalami penurunan 4,2 persen apabila peningkatan temperatur global sesuai dengan target Pakta Paris.
“Jika melenceng dari Pakta Paris, kenaikan temperatur global sebesar dua derajat celcius bakal meningkatkan penurunan PDB negara-negara di ASEAN hingga 17 persen,” ungkap Hendri Saparini, Ekonom Senior dari CORE Indonesia memaparkan data studi tersebut, Selasa (7/6).
Lebih lanjut, Hendri juga mengungkapkan skenario paling ekstrem, di mana jika kenaikan temperatur global mencapai 3,2 derajat celcius dapat membuat PDB ASEAN mengalami penurunan hingga 37,4 persen.
“Dalam skenario terburuk, penurunan PDB ASEAN bakal jadi yang terdalam dibandingkan wilayah-wilayah lainnya di dunia. Seperti Eropa yang hanya mengalami penurunan PDB di angka 10,5 persen, dan PDB dunia diperkirakan mengalami penurunan 18,1 persen,” imbuhnya.
Menurut Hendri, bilamana tanpa ada intervensi maupun upaya keberlanjutan untuk mengurangi kegiatan ekonomi tinggi karbon maka tingkat kemiskinan bakal bertambah akibat perubahan iklim. Ia memprediksi PDB Indonesia pada kurun waktu 2019 hingga 2045, bakal mengalami penurunan di angka 6 persen setiap tahunnya
“Perubahan iklim juga berdampak langsung bagi kegiatan ekonomi di Jawa Tengah. Kenaikan air laut bakal menyebabkan tinggi rob naik antara 19-39 persen sampai tahun 2030. Namun risiko ini juga berlaku di seluruh wilayah Jawa dan Sumatera.,” bebernya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, Sumarno mengungkapkan, aspek lingkungan dari kegiatan industri utamanya di pantai utara Jawa Tengah mulai mendapat prioritas perhatian. Menurutnya, kebanyakan industri itu ada di pantai utara Jawa, baik di Pekalongan, Batang, Semarang, maupun Demak.
“Ini kondisinya adalah bagaimana kita juga memerhatikan terkait kondisi lingkungan,” kata Sumarno dalam acara Central Java Investment Business Forum 2022 di Hotel Gumaya dan disiarkan secara virtual, Selasa (7/6).
Bencana rob pantai utara Jawa
Adapun untuk menangani banjir rob di kawasan pesisir, Pemprov akan melakukan sejumlah pembatasan pada kegiatan industri. Salah satunya dengan membatasi pemanfaatan air tanah dalam sebagai air baku. “Kalau kondisi sekarang memang agak dilematis, karena posisinya tidak mungkin melarang. Karena kondisinya, penyediaan air baku untuk mengganti air tanah ini masih belum bisa mencukupi kebutuhan semua industri yang ada di utara,” jelas Sumarno.
Secara terpisah, dalam diskusi publik yang digelar beberapa waktu lalu, Heri Andreas, Peneliti Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) menyebut banjir rob di kawasan pantai utara Jawa Tengah sebagai gambaran awal atas krisis perubahan iklim. “Kondisi ini sebenarnya dapat menjadi laboratorium alam bagi dunia, terkait best practice against climate change. Keberhasilan kita dalam menangani banjir rob dan penurunan tanah di pantura adalah keberhasilan dunia dalam menangani dampak perubahan iklim,” jelas Heri.
Menurutnya, upaya jangka panjang dengan menyiapkan suplai alternatif untuk subsidi air tanah, perbaikan tata ruang wajib dilakukan untuk mengendalikan laju penurunan tanah di kawasan pantai utara Jawa Tengah. (Hartatik)