Fenomena perigee dan pemanasan global perparah banjir rob pantura Jawa

oleh: Hartatik

Semarang – Kepanikan dialami ribuan pekerja pabrik di kawasan industri Pelabuhan Tanjung Mas Semarang, menyusul jebolnya tanggul penahan air laut Senin (23/5) petang. Dalam hitungan menit, air laut yang saat itu tengah pasang dengan ketinggian 1,5 meter hingga 2,5 meter, seketika mengubah kawasan pelabuhan menjadi lautan.

Bahkan video detik-detik tanggul jebol viral beredar di berbagai sosial media. Konah (40), pekerja pabrik garmen Apparel mengaku nekat mengevakuasi sepeda motornya, karena khawatir kerusakan semakin parah, jika terlalu lama terendam banjir rob. Padahal ketinggian air rob sudah setinggi jok motor.

“Awalnya saat itu saya sama teman-teman lari tanpa membawa sepeda motor begitu tahu banjir rob mulai masuk kawasan pabrik,” kata Konah, Kamis (26/5).

Setelah mendapat informasi banjir rob semakin tinggi, Konah memutuskan kembali lagi ke pabrik untuk mengambil sepeda motornya. Dia khawatir banjir rob bisa memperparah kerusakan mesin motor jika dibiarkan terendam terlalu lama.

Hal serupa dilakukan Nela Aji (35), pekerja pabrik garmen PT Korina di kawasan pelabuhan Semarang. Ia mengaku lari menyelamatkan diri setelah mendengar suara sirine pabrik berbunyi. Pada mulanya sirine berbunyi sekira pukul 13.45.

“Saya melihat orang-orang berlarian sambil berteriak banjir rob, banjir rob. Tanpa pikir panjang saya langsung mematikan mesin lalu ikut menyelamatkan diri,” kata Nela mengenang.

Ia menyebutkan, banyak sepeda motor milik rekan-rekan kerjanya yang terpaksa ditinggalkan di areal parkir pabrik, karena pemiliknya menyelamatkan diri. Sementara itu, teman Nela, Diah mengatakan, baru kali ini mengalami banjir rob setinggi dada orang dewasa.

“Seumur-umur baru kali banjir sedada,” kata Diah.

Selain sepeda motor dan mobil, ribuan unit mesin jahit serta mesin produksi pada sejumlah pabrik juga terendam banjir rob. Puluhan kontainer atau peti kemas yang berada di Pelabuhan Tanjung Emas juga tampak terendam banjir rob.

Menurut informasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Tengah, banjir rob di kawasan Pelabuhan Tanjung Mas diperparah oleh jebolnya tanggul penahan air laut di dua titik yakni area sekitar PT Lamicitra Nusantara dan Kampung Ujung Seng. Kedalaman banjir rob bervariasi hingga mencapai 1,5 meter di Kawasan Lamacitra, 55 cm di Jalan Coaster, 40 cm di Jalan M Pardi, 50 sentimeter di Jalan Yos Sudarso dan Jalan Ampenan.

Fenomena Perigee

Berdasarkan informasi yang dihimpun di lapangan, banjir rob tersebut terjadi meluas di pesisir pantai utara Jawa yakni pesisir Pantai Tegal, Wonokerto-Pekalongan, Pantai Sari-Pekalongan, Pantai Batang, Pantai Tawang Kendal, Pelabuhan Tanjung Emas di Semarang. Serta, Jalan Raya Genuk Semarang-Demak, Pantai Karang Tengah di Demak, Pantai Rembang, dan pesisir Jawa Timur.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jateng memperkirakan, potensi peningkatan ketinggian pasang air laut di wilayah pantai utara Jawa Tengah masih terjadi hingga Rabu (25/5).

Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Emas Semarang, Retno Widyaningsih menyatakan, puncak pasang air laut sudah terjadi pada Senin (23/5), dengan tinggi pasang 210 sentimeter. Pihaknya sebetulnya sudah mengeluarkan peringatan dini terkait potensi banjir rob dan gelombang tinggi pada Senin dan Selasa (23/5-24/5). Banjir rob menyasar di sejumlah wilayah pesisir seperti Semarang,

Demak, Pati, Pekalongan dan Rembang.

“Tinggi gelombang di perairan utara Jateng mencapai 1,25 meter hingga 2,5 meter atau masuk kategori sedang. Kami telah mengimbau kepada masyarakat terutama yang tinggal di wilayah pesisir, agar selalu waspada dalam beraktivitas di sekitar pantai,” ujar Retno.

BMKG menginformasikan pula, banjir rob bersamaan adanya fase bulan purnama dan kondisi perigee. Fenomena perigee terjadi lantaran bulan dalam posisi jarak terdekat ke bumi. Selain itu, menurut BMKG, banjir rob juga disebabkan faktor curah hujan di beberapa wilayah. Semua itu memberikan dampak terhadap peningkatan banjir rob di pesisir utara Pulau Jawa.

Terpisah, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi atau akrab disapa Hendi mengungkapkan air pasang laut tinggi tidak hanya terjadi di Kota Semarang. Menurutnya, beberapa kepala daerah di pesisir utara juga melaporkan hal yang sama.

”Beberapa daerah di pesisir utara juga sudah mengeluhkan hal yang sama. Hanya di Kota Semarang ini di luar dugaan, karena ada satu titik yang selama ini aman-aman saja, tapi Senin (23/5) kemarin terendam air hingga ketinggian 1-1,5 meter,’’ ungkap Hendi.

Menurutnya, ketinggian air pasang kali ini tertinggi dalam waktu satu dekade terakhir. Pasalnya, puncak air pasang tertinggi sebelumnya terjadi pada Juni 2020, yakni ketinggiannya 1,8 meter. Pada 23 Mei lalu, ketinggian air pasang mencapai 2,1 meter.

“Jadi sebagian limpas, sebagian lagi membuat tanggul jebol.”

Tol Laut

Sementara itu, Gubernur Ganjar Pranowo mengatakan, banjir rob ini terjadi akibat anomali cuaca. BMKG, menurut Ganjar, terus memperbaharui informasi. Bahkan , BMKG telah menginformasikan bahwa kenaikan pasang air laut akan tinggi dalam beberapa waktu ke depan. Lebih lanjut, Ganjar menilai tanggul laut menjadi solusi jangka panjang penanganan banjir rob di wilayah utara Jawa Tengah. Namun di sisi lain, pengambilan air tanah di wilayah pesisir harus dikendalikan. Di wilayah Pekalongan misalnya, saat ini sudah ada tanggul laut yang dibangun. Lalu di sekitar Semarang-Demak ada pembangunan tol yang nantinya juga difungsikan sebagai penahan rob.

”Memang mesti ada regulasi yang cukup ketat di area coastal ini, pinggiran ini. Kalau bangunannya masih mengambil air tanah cukup tinggi ya kita akan mengalami ini terus,” beber Ganjar.

Berdasarkan data sementara Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana, Ditjen Sumber Daya Air, Kementerian PUPR dampak banjir rob mengakibatkan tergenangnya Pelabuhan Tanjung Emas Kota Semarang sekitar 30-150 sentimeter dan Sungai Meduri yang melintas di Kabupaten/Kota Pekalongan meluap hingga menggenangi beberapa permukiman warga dan jalan di Desa Tegal Dowo, Pasir Sari, Karang Jompo, Pacar, Samborejo, Meduri, Pulosari, dan Mulyorejo.

Banjir rob Pantai Utara Jawa juga berdampak di sebagian wilayah Kabupaten Demak hingga ketinggian 30-100 sentimeter, seperti Jalan Raya Pantura Demak dan permukiman warga di Pondok Raden Patah. ). Staf Ahli Menteri PUPR Bidang Teknologi, Industri dan Lingkungan sekaligus juru bicara Kementerian PUPR Endra S Atmawidjaja mengatakan, pasang air laut mencapai sekitar 210 cm dapat disebut ekstrim bila dibandingkan catatan pasang surut lima tahun terakhir (2017 -2021), dengan muka air pasang tertinggi pada kisaran 180 cm mdpl.

Terkait upaya penanganan banjir rob di pantai utara Jawa secara jangka panjang, Kementerian PUPR dikatakan Endra terus melakukan pembangunan infrastruktur pengendali banjir secara bertahap. Untuk wilayah Kota Semarang, antara lain pembangunan Bendungan Jatibarang untuk penanganan hulu dan pembangunan kanal banjir, normalisasi sungai, tanggul rob, stasiun pompa, kolam retensi, termasuk Bendung Gerak di Banjir Kanal Barat untuk penanganan hilir.

Untuk menahan limpasan rob, Kementerian PUPR juga telah membangun tanggul rob yang membentang sepanjang 2,17 km dari Kampus Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), melingkari kawasan industri Terboyo hingga Kali Sringin. Selain itu, ada pula pembangunan Jalan Tol Semarang-Demak sepanjang 27 km yang juga difungsikan sebagai tanggul laut.

Dampak Pemanasan Global

Sementara itu, Pakar geomorfologi pesisir dan laut Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Bachtiar W Mutaqin SKel MSc menilai, sudah sejak lama kawasan Banten hingga Banyuwangi dikenal sebagai kawasan rawan terjadi rob. Hal ini dikarenakan adanya pemanasan global berupa naiknya permukaan air laut, dan material tanah di utara Jawa yang belum solid.

“Belum solid, ditambah banyaknya permukiman. Tidak hanya permukiman pribadi atau perorangan tetapi juga skala industri sehingga dimungkinkan penggunaan air tanah. Akibatnya banyak permasalahan, cukup kompleks mulai dari kenaikan muka laut, kemudian material tanahnya yang alluvial umurnya masih muda, juga terkait dengan penggunaan lahan,” ujarnya dikutip dari website UGM, Kamis (26/5).

Bachtiar yang juga dosen Fakultas Geografi UGM menyatakan peristiwa rob di Semarang sesungguhnya sudah memiliki riwayat lama. Riwayat kejadian rob sangat sering dan kejadian terkini, karena bersamaan dengan puncak-puncaknya pasang, dimana posisi bumi dan bulan begitu dekat.

“Pasangnya cukup tinggi, tanggulnya jebol ya akhirnya kawasan di pesisir Semarang terendam. Sebenarnya fenomenanya sudah dimitigasi oleh pemerintah, tapi karena muka laut memang cukup tinggi, dan ada bangunan yang jebol akibatnya banyak yang terendam,” terangnya.

Dia menjelaskan material tanah di utara Jawa sebenarnya berasal dari endapan atau sedimentasi proses dari sungai. Material sedimen tersebut jika diukur dari skala geologi masih muda sehingga masih labil, belum solid atau belum kompak. Sementara di atasnya berdiri banyak bangunan sehingga semakin memperberat. Belum lagi penggunaan air tanah yang berakibat penurunan muka tanah.

Dalam catatan penurunan muka tanah di Semarang sekitar 19 cm per tahun. Untuk rob 40-60 cm dan pernah mencapai satu meter pada 2013.

“Padahal stasiun pasang surut sudah ada, ada tanggul laut, tapi yang kemarin fenomena pasangnya memang cukup tinggi dibandingkan dengan biasanya. Mungkin karena masih dalam kondisi ekstrem untuk cuacanya, bahkan ini diperkirakan sampai bulan Juni untuk puncak pasangnya,”urainya.

Bachtiar menandaskan secara umum pemerintah sudah paham apa yang terjadi di Semarang dan wilayah lainnya di pantai utara Jawa yang memang sudah sejak lama dikenal sebagai kawasan rawan terkena rob. Untuk kedepan, Bachtiar berharap jika terjadi penurunan muka tanah maka yang perlu mendapat perhatian adalah terkait tata ruang. Menurutnya perlu diatur untuk penggunaan lahannya, khususnya yang berada di wilayah pesisir, agar tidak terlalu masif.

Demikian pula yang menyangkut industri skala besar beserta penggunaan air tanah yang biasanya kapasitas pemakaiannya jauh lebih besar dibanding pemakaian masyarakat biasa. Hal-hal semacam ini perlu diatur secara khusus.

“Kita berharap ada semacam moratorium atau peraturan yang melarang penggunaan air tanah yang di skala industri atau seperti apa itu perlu dilakukan juga,” ungkapnya.

Bachtiar perlu menyampaikan ini agar peristiwa Demak beberapa waktu lalu tidak terulang kembali. Peristiwa di Demak mengakibatkan satu desa hilang karena rob dan terjadi penurunan muka tanah.

Ia menjelaskan masyarakat yang tinggal di pesisir sesungguhnya sudah paham akan risiko yang dihadapi. Tetapi karena keterbatasan ekonomi menjadikan mereka tidak memiliki opsi atau pilihan lain. Kondisi tersebut menjadikan mereka mau tidak mau harus beradaptasi. Hal itu sesuai kondisi di Asia Pasifik semakin mengkhawatirkan menyusul semakin turunnya skor Disaster Preparedness negara-negara di kawasan itu, termasuk Indonesia. Itu berarti negara-negara tersebut semakin rentan akan potensi bencana alam. Sehubungan itu, pemerintah Indonesia sebagai tuan rumah mendorong Forum Kebijakan Global Pengurangan Risiko Bencana (Global Platform for Disaster Risk Reduction/GPDRR) agar merumuskan solusi nyata dalam menghadapi ancaman bencana yang disebabkan perubahan iklim. (Hartatik)

Foto banner: Tangkapan layar Google Map, menunjukkan peringatan banjir di Semarang

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles