oleh: Hartatik
Semarang – Genangan banjir rob masih terlihat di kawasan Pelabuhan Tanjung Mas pada hari ketiga setelah terjadinya tanggul penahan air laut jebol pada Senin (23/5) lalu. Kondisi banjir rob setinggi hingga dada orang dewasa ini menunjukkan betapa lengahnya penanganan bencana ke depan.
“Memang banyak faktor berkontribusi pada terjadinya banjir rob, tapi fokus pada tanggul jebol sebagai penyebab banjir dapat membuat kita lengah dalam penanganan bencana ke depan,” ujar Nila Ardhianie, Direktur Amrta Institute for water literacy, dalam rilis tertulis, Kamis (26/5).
Nila menilai bahwa ada lima faktor terkait dengan besarnya dampak banjir rob yang mengepung pesisir pantai utara (pantura) Jawa Tengah. Pertama, sistem peringatan dini tidak optimal. Kedua, kualitas konstruksi dan pemeliharaan tanggul. Ketiga, penurunan tanah. Keempat, hal yang terkait dengan air laut baik ketinggian air laut, kecepatan gelombang dan lainnya. Faktor kelima merupakan kompetensi dan kewenangan dari badan-badan terkait.
Mahasiswi Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro ini menyayangkan kurang efektifnya sistem peringatan dini yang rutin dikeluarkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. “Apakah sosialisasi yang dilakukan BMKG sudah berjalan efektif. Apakah semua pihak yang potensial terkena dampak sudah memperoleh informasi,” kata Nila.
Lebih lanjut, menurutnya, jika semua pihak sudah memperoleh informasi, apakah mereka mengabaikan peringatan tersebut atau ada hal lain yang terjadi. Video yang beredar sesaat setelah tanggul jebol yang menggambarkan para pekerja berlarian dari tempat kerja mereka dan banyak yang menuntun sepeda motor terendam total air laut menunjukkan peringatan tersebut tidak berjalan optimal.
“Di beberapa negara, sistem peringatan dini dipatuhi dengan baik membawa manfaat besar. Saat penduduk yang potensial terkena dampak mendapat peringatan, mereka bekerja dari rumah untuk menghindari kerugian yang lebih besar,” ungkapnya.
Selanjutnya, faktor tanggul yang terkait dengan kualitas material dan metode yang digunakan saat konstruksi. Dengan kata lain, pada saat tanggul dibuat, didesain untuk mampu menahan gelombang laut setinggi apa, kecepatan berapa dan hal-hal teknis lainnya. Informasi tersebut sangat penting diikutsertakan dalam setiap pengambilan keputusan. Hal ini juga terkait dengan pemeliharaan tanggul yang harus sesuai dengan desain dan konstruksi awal dan perubahan lingkungan yang terjadi.
“Apakah dilakukan pemeliharaan berkala yang sesuai atau tidak. Biasanya kerusakan besar pasti sudah memiliki indikasi berupa kerusakan-kerusakan kecil terlebih dahulu.”
Kemudian, faktor penurunan tanah merupakan fenomena yang terjadi di berbagai kota pesisir di dunia. Nila pun mengutip salah satu hasil penelitian terbaru (tahun 2022) dari Pei-Chin Wu, Meng (Matt) Wei, dan Steven D’Hondt dengan judul “Subsidence in coastal cities throughout the world observed by InSAR” menyimpulkan bahwa Semarang adalah kota dengan laju penurunan tanah tercepat kedua di antara 99 kota tepi pantai yang diteliti.
Studi tersebut mencatat penurunan tanah terbesar di Tianjin di Tiongkok, Semarang dan Jakarta dengan laju pergeseran maksimal. Data yang digunakan penelitian ini adalah PS Interferometric Synthetic Aperture Radar method and Sentinel-1.
“Penurunan tanah menjadi faktor penting saat banjir terjadi, baik banjir rob maupun akibat air hujan,” imbuhnya.
Adapun tanah yang sudah turun meningkatkan daya tampung air di daratan, sehingga membuat genangan menjadi makin dalam dan sulit dialirkan ke laut. Pada saat air pasang kondisi menjadi lebih parah, karena air akan menggenang lebih lama di darat dan sukar dialirkan ke laut.
Lebih lanjut, ia menambahkan, penurunan tanah adalah turunnya permukaan tanah sebagai respon terhadap peristiwa geologi atau penyebab yang terkait aktivitas manusia. Untuk Semarang, beberapa hal yang terkait dengan penurunan tanah adalah ekstraksi air tanah berlebihan, pembebanan bangunan dan struktur, serta kompaksi/konsolidasi sedimen aluvial muda terutama di kawasan Semarang bawah. Peristiwa tektonik di bawah Semarang juga dapat menyebabkan penurunan tanah.
Foto banner: Banjir melanda Semarang, Jawa Tengah, (Sabtu, 6 Februari 2021). Banjir tersebut diakibatkan hujan deras yang mengguyur ibu kota Jawa Tengah selama 12 jam sejak Jumat malam. (BanGhol/shutterstock.com)