Analis: Indonesia Perlu Hitung Target Netralitas Karbon dengan Cermat, Diperlukan Kolaborasi

JAKARTA – Target net zero emisi Indonesia bisa tertunda jika puncak emisi CO2 tidak tercapai pada 2027, kata para analis Kamis (17/2). Menurut skenario Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Indonesia bisa mencapai net zero emission (NZE) pada 2045 atau 2050 asalkan mencapai puncaknya paling lambat pada 2027. Artinya, jumlah emisi CO2 harus mencapai level maksimum pada tahun itu, dan selanjutnya harus menurun. “Bahkan penundaan satu tahun dalam pengurangan emisi dapat menyebabkan NZE mundur 5-10 tahun,” kata Doddy S. Sukadri, Direktur Eksekutif Yayasan Mitra Hijau dan mantan negosiator Indonesia di Konferensi Perubahan Iklim PBB. Dia menambahkan, pemerintah perlu menghitung target netralitas karbon mereka dengan cermat. “Jika puncak baru tercapai pada 2033-2034, maka NZE akan terjadi pada 2060-2070,” katanya. Secara terpisah, Direktur Lingkungan Hidup Bappenas Medrilzam menekankan pentingnya kerjasama. Dikatakannya, pencapaian net zero emission tidak hanya terkait dengan perubahan iklim atau lingkungan, tetapi juga transformasi ekonomi. “Langkah dan ambisi kami untuk mencapai emisi nol bersih sejalan dengan transformasi ekonomi ke depan. Salah satu tulang punggung perekonomian adalah pembangunan rendah karbon. Begitu kita mencapai ekonomi hijau dan turunannya, kita akan bebas dari jebakan pendapatan menengah pada 2045,” jelas Medrilzam, dalam webinar yang diadakan baru-baru ini oleh Dewan Bisnis Indonesia untuk Pembangunan Berkelanjutan (IBCSD) dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN). Lebih lanjut dikatakannya, besarnya investasi yang harus disiapkan untuk menyongsong era ekonomi hijau tidak akan mampu dipikul oleh pemerintah saja. Bappenas menghitung rata-rata dibutuhkan sekitar USD 1 triliun untuk 2021-2060 dan biaya tambahan 3-5 persen dari PDB pada tahun berjalan. Artinya perlu investasi dan kerjasama dari pihak swasta untuk mewujudkannya, kata Medrilzam.

Hitachi mendukung Indonesia untuk mencapai target netralitas karbon pada tahun 2060

Presiden Direktur PT Hitachi Sakti Energy Indonesia Michel Burtin mengatakan, transisi energi saat ini membutuhkan jaringan yang lebih kuat dan cerdas untuk mengintegrasikan berbagai sumber energi, termasuk mengoptimalkan penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT). Untuk mewujudkan target tersebut diperlukan upaya intensif untuk mencapai integrasi energi terbarukan secara besar-besaran. “Hitachi Energy siap mendukung rencana Pemerintah Indonesia merealisasikan transisi energi untuk mencapai target netralitas karbon pada 2060,” kata Michel dalam keterangan tertulis, Rabu (16/2). Dia mengatakan, sebagian besar jaringan yang ada sudah menua, dan jaringan listrik saat ini harus lebih fleksibel, efisien, dan andal untuk mendukung permintaan dan pasokan energi terbarukan di masa depan, dan juga mampu mengatasi kompleksitas jaringan. Pada saat yang sama, ada juga kebutuhan untuk meningkatkan dan memperluas jaringan listrik secara signifikan dengan digitalisasi tingkat tinggi untuk mengakomodasi pertumbuhan permintaan listrik yang cepat dari sektor transportasi, industri dan bangunan. Hitachi Energy berkomitmen untuk mendukung Indonesia melalui integrasi energi terbarukan seperti energi matahari dan angin ke dalam sistem grid, dengan menyediakan teknologi perintis seperti Digital Substations, Modern Energy Management Systems, dan Flexible Alternating Current Transmission Systems (FACTS). Integrasi ini dilakukan untuk membantu Indonesia mengatasi masalah kualitas daya pada jaringan transmisi dan distribusi. Hitachi Energy juga memiliki sistem High Voltage Direct Current (HVDC) untuk menghubungkan jaringan interkoneksi kelistrikan antar pulau, seperti konsep Nusantara Super Grid. Sejauh ini Hitachi Energy juga telah terlibat dalam beberapa proyek transisi energi di Indonesia. Misalnya, menghubungkan pembangkit listrik panas bumi di dekat Rantau Dedap, Sumatera Selatan, dengan menyediakan 220 Megawatt listrik bebas karbon ke jaringan Sumatera. Selain itu, Hitachi Energy memiliki pusat penelitian dan pengembangan (R&D) di Bali yang dikembangkan dan dikelola oleh insinyur lokal. Burtin menjelaskan, R&D Center ini sejalan dengan rencana pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia lokal. “Selama ini, kami telah memainkan peran penting dalam pertumbuhan energi bersih di Indonesia, terlibat dalam proyek-proyek landmark dan membantu menyiapkan talenta masa depan bangsa. Kami akan pasti terus mendukung negeri ini untuk masa depan energi yang berkelanjutan,” katanya. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles