IESR: Potensi besar EBT Jateng jauh dari optimal, perlu dorong untuk penuhi kebutuhan listrik

Semarang – Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai potensi energi terbarukan (EBT) Jawa Tengah masih jauh dari optimal meski kebutuhan listrik terus tumbuh. IESR menyebut kondisi sistem tenaga listrik Jateng saat ini sangat bergantung pada pembangkit fosil, sementara kontribusi EBT baru menyentuh 18,55% pada 2024, di bawah target provinsi sebesar 21,32% pada 2025. Temuan tersebut disampaikan pada Dialog Media bersama Pemprov Jateng, dengan topik “Perkembangan dan Target Energi Terbarukan pada 26 November 2025 di Somerset Semarang.

IESR menekankan bahwa dengan pertumbuhan listrik yang mencapai lebih dari 5% per tahun dalam empat tahun terakhir, serta percepatan pemanfaatan EBT bukan hanya kebutuhan iklim, tetapi juga kebutuhan ekonomi daerah.

Dalam paparannya, Analis Sistem Informasi Geografis IESR, Sodi Zakiy M menyebut sistem kelistrikan Jawa Tengah memiliki kapasitas cadangan hingga 6,3 GW, melampaui beban puncak yang hanya 5,6 GW. Namun, 96,6% kapasitas pembangkit yang beroperasi berasal dari energi fosil, terutama PLTU dan PLTG.

“Kontribusi EBT baru mencapai 432 MW, dan sebagian besar dari panas bumi, hidro, serta PLTS atap,” terang Sodi.

Ketergantungan ini dinilai menjadi hambatan bagi daerah untuk masuk ke ekosistem ekonomi hijau, terutama ketika industri-industri besar mulai menuntut energi rendah karbon sebagai standar investasi global.

Potensi EBT melimpah, realisasi masih kecil

Cadangan EBT Jawa Tengah cukup besar. Data IESR menunjukkan potensi teknis yang tersedia mencakup energi surya 194,28 GWp, angin 29,5 GW, hidro/PLTMH 730 MW, biomassa 105,9 MW dan panas bumi >1.200 MW. Namun, realisasi pemanfaatannya sangat rendah yakni PLTS baru 55 MW, biomassa belum banyak dimanfaatkan, sementara bayu (angin) belum terpasang sama sekali.

Sementara itu, dalam RUPTL 2025–2034, PLN menyiapkan dua skenario penambahan pembangkit EBT yakni skenario RE Base dengan menargetkan penambahan PLTS 1.237 MW, PLTM 171 MW, PLTB 162 MW, dan skenario ARED (lebih agresif) dengan rencana ekspansi PLTS 7.321 MW, PLTM 342 MW, PLTB 1.724 MW.

Berdasarkan studi finansial 2025, IESR mengidentifikasi ada 16 lokasi pembangkit EBT yang layak dikembangkan lebih lanjut. Terdiri atas 12 PLTS ground-mounted (total 13,4 GWp), 2 PLTB (160 MW) di Pemalang dan Wonogiri, serta 2 PLTM (4,8 MW) di Cilacap.

Dari hasil analisis IESR, percepatan EBT di Jateng membutuhkan perubahan struktural, terutama terkait perizinan dan tata ruang. Beberapa rekomendasi kunci yang disampaikan adalah perlunya alokasi lahan khusus dalam RTRW untuk instalasi EBT; pengadaan tanah harus lebih cepat dan berbasis data OSS; pemerintah daerah perlu memprioritaskan proyek dengan pengembalian investasi tinggi; dan interkoneksi ke jaringan PLN harus dipermudah, terutama untuk PLTS skala besar.

IESR juga menekankan pentingnya pembiayaan inovatif, termasuk skema blended finance dan kerja sama dengan swasta, mengingat keterbatasan APBD. Dengan pertumbuhan permintaan listrik mencapai 4,4%–5% per tahun dan tekanan global terhadap dekarbonisasi manufaktur, Jawa Tengah dipandang sebagai provinsi yang harus bergerak cepat dalam transisi energi. (Hartatik)

Foto banner: FotoIdee/shutterstock.com

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles