Jakarta – Lonjakan impor LPG yang mencapai 8,6 juta ton per tahun membuat pemerintah bergerak cepat mempercepat proyek produksi Dimethyl Ether (DME) sebagai bahan substitusi LPG. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, Selasa, 11 November, menegaskan proyek ini menjadi prioritas strategis nasional untuk mengurangi ketergantungan energi impor dan memperkuat kemandirian energi dalam negeri.
Menurut Bahlil, kebutuhan LPG di Indonesia terus meningkat setiap tahun, sementara kapasitas produksi dalam negeri masih sangat terbatas. “Total konsumsi LPG tahun depan sekitar 10 juta ton, sedangkan kapasitas produksi kita baru 1,3–1,4 juta ton per tahun. Jadi defisitnya mencapai 8,6 juta ton. Mau tidak mau kita harus substitusi impor, caranya apa? DME,” ujarnya.
Bahlil menyebutkan, pihaknya telah melaporkan perkembangan proyek DME kepada Presiden Prabowo Subianto dan manajemen Dana Abadi Energi. Ia mengungkapkan, keputusan lokasi proyek akan ditetapkan pada Desember mendatang. “Kami sudah rapat dengan Bapak Presiden dan Pak Rosan. Insyaallah Desember ini akan diputuskan, dan kalau sesuai rencana, konstruksi DME bisa dimulai Januari 2026,” katanya.
Langkah percepatan ini dinilai penting karena kebutuhan gas untuk sektor industri juga meningkat pesat, terutama setelah beroperasinya pabrik petrokimia Lotte yang membutuhkan pasokan LPG dalam jumlah besar. Tanpa sumber energi alternatif, Indonesia akan semakin bergantung pada impor LPG yang menekan devisa negara.
Upaya mewujudkan produksi DME di Indonesia bukan hal baru. Sebelumnya, proyek pengembangan DME yang melibatkan PT Bukit Asam Tbk dan PT Pertamina (Persero) sempat berhenti karena investor asing, Air Products and Chemicals Inc., menarik diri. Ketidaksepakatan mengenai nilai keekonomian proyek menjadi penyebab utama kegagalan tersebut.
Namun, pemerintah tidak menyerah. Bahlil memastikan proyek DME akan tetap dijalankan dengan dukungan pendanaan dari Danantara sebagai bagian dari program hilirisasi energi nasional. “Proyek DME ini bukan hanya soal bisnis, tapi soal kemandirian energi bangsa. Kita tidak boleh terus bergantung pada impor,” tegasnya.
Pemerintah menargetkan DME bisa menjadi pengganti LPG untuk kebutuhan rumah tangga dan industri, sekaligus memperkuat rantai pasok energi nasional. Produksi DME di dalam negeri juga diharapkan mendorong multiplier effect di sektor lain, seperti pertambangan batubara, infrastruktur, dan manufaktur energi.
“Kalau proyek DME jalan, industri akan bergerak, lapangan kerja terbuka, dan tekanan impor bisa berkurang signifikan,” ujar Bahlil. (Hartatik)
Foto banner: Gambar dibuat oleh DALL-E OpenAI melalui ChatGPT (2024)


