Jakarta — Kebakaran hutan tetap menjadi ancaman terbesar bagi hutan-hutan di dunia, meskipun deforestasi terus menurun di semua wilayah, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (Food and Agriculture Organization, FAO) pada Selasa, 21 Oktober.
Zhimin Wu, Direktur Divisi Kehutanan di FAO, kepada media menekankan pentingnya menangani kehilangan hutan akibat kebakaran. “Ancaman utama yang dihadapi sektor kehutanan secara global terdiri dari tiga unsur — deforestasi, hama dan penyakit, dan yang terbesar, kebakaran hutan,” katanya.
“Deforestasi kini mencapai 10,9 juta hektar per tahun, hama dan penyakit mempengaruhi sekitar 41 juta hektar pada tahun 2020, dan kebakaran hutan berdampak pada sekitar 127 juta hektar per tahun, menurut FRA 2025,” kata Wu merujuk pada laporan terbaru Global Forest Resources Assessment 2025 (FRA 2025) yang dirilis selama Pertemuan Pleno Inisiatif Pengamatan Hutan Global (GFOI) di Bali pada hari Selasa, 21 Oktober sampai Kamis, 23 Oktober.
Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa “kebakaran hutan mempengaruhi rata-rata 261 juta hektar lahan setiap tahun, hampir setengahnya merupakan lahan hutan.”
“Untuk melindungi, memulihkan, dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya hutan kita, kita perlu menghentikan dan membalikkan tren kebakaran hutan yang terus menerus,” tambah Wu.
Deforestasi melambat, tetapi tekanan tetap ada.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa laju deforestasi global telah melambat secara signifikan dalam dekade terakhir, dengan kerugian bersih sebesar 4,12 juta hektar per tahun antara tahun 2015 dan 2025, turun dari 10,7 juta hektar pada tahun 1990-an. Hutan kini mencakup 4,14 miliar hektar — sekitar sepertiga dari luas daratan planet ini — dengan hampir setengahnya terletak di wilayah tropis.
Penilaian FAO menunjukkan kemajuan yang menggembirakan: lebih dari setengah hutan di dunia kini berada di bawah rencana pengelolaan jangka panjang, dan seperlima di antaranya berada di kawasan yang dilindungi secara hukum. Kehilangan hutan primer telah berkurang setengahnya sejak awal tahun 2000-an, dan cadangan karbon hutan global telah meningkat menjadi sekitar 714 gigaton.
Direktur Jenderal FAO Qu Dongyu, dalam kata pengantarnya untuk laporan tersebut, menggambarkan FRA 2025 sebagai “penilaian global yang paling komprehensif dan transparan mengenai sumber daya hutan, kondisinya, pengelolaan, dan pemanfaatannya.” Ia menekankan bahwa data tersebut sangat penting untuk mendukung kebijakan, investasi, dan kerja sama global menuju pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
FRA 2025 didasarkan pada data dari 236 negara dan wilayah, yang dikumpulkan melalui proses yang dipimpin oleh negara-negara, melibatkan 197 perwakilan nasional dan lebih dari 700 ahli di seluruh dunia. Kerja sama yang luas ini memperkuat pemantauan komitmen global utama, termasuk Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan, Perjanjian Paris, dan Rencana Strategis PBB untuk Hutan 2017–2030. (nsh)
Foto banner: ©FAO/Vasily Maksimov


