MPR minta RUU pengelolaan perubahan iklim segera diinisiasi

Jakarta – Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno mendesak agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Perubahan Iklim segera diinisiasi sebagai landasan hukum nasional menghadapi ancaman perubahan iklim yang kian nyata. Meningkatnya intensitas bencana hidrometeorologi dan kualitas udara yang terus memburuk menjadi sinyal kuat bagi Indonesia untuk memperkuat respons terhadap krisis iklim.

Menurut Eddy, pada hari Senin, 13 Oktober, kehadiran undang-undang khusus akan menjadi tonggak penting dalam memastikan kebijakan iklim Indonesia memiliki arah yang jelas, konsisten, dan terkoordinasi lintas sektor.

Ditegaskannya, Indonesia membutuhkan satu payung hukum yang kuat agar berbagai kebijakan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim tidak berjalan sendiri-sendiri. Ia menyoroti lemahnya koordinasi antarkementerian dalam implementasi ekonomi karbon dan transisi energi bersih.

“Saat ini, pelaku usaha yang ingin terlibat di sektor karbon harus berurusan dengan lebih dari sepuluh kementerian dan lembaga. Situasi ini tidak efisien dan menghambat upaya kita mempercepat transisi energi,” ujarnya.

Eddy menilai, pembentukan otoritas tunggal lintas sektor menjadi kebutuhan mendesak agar kebijakan iklim Indonesia memiliki kredibilitas internasional sekaligus membuka peluang investasi hijau. “Dengan tata kelola yang terpadu, Indonesia dapat menunjukkan keseriusan dalam menghadapi krisis iklim dan memperluas akses terhadap pendanaan global,” tegasnya.

RUU untuk kejelasan dan konsistensi kebijakan

RUU Pengelolaan Perubahan Iklim, menurut Eddy, diharapkan menjadi solusi atas tiga persoalan mendasar yang selama ini membayangi pengelolaan iklim nasional, meliputi policy coordination, policy clarity, dan policy consistency. Menurutnya, tanpa kejelasan arah kebijakan dan koordinasi antar lembaga, upaya dekarbonisasi, transisi energi, serta pengembangan ekonomi hijau akan sulit mencapai target yang telah ditetapkan.

Eddy mengingatkan bahwa dampak perubahan iklim kini tak lagi bersifat jangka panjang, melainkan sudah dirasakan langsung masyarakat. Fenomena anomali cuaca, banjir besar, dan peningkatan polusi udara menunjukkan urgensi tindakan konkret.

“Kita menyaksikan sendiri bagaimana banjir, kekeringan ekstrem, dan penurunan kualitas udara terjadi di berbagai daerah. Ini bukan lagi isu global yang jauh dari kita, tapi kenyataan yang menuntut kebijakan cepat dan terintegrasi,” ujarnya.

Ia menambahkan, Indonesia harus berani menempatkan isu iklim sebagai prioritas nasional, bukan sekadar agenda lingkungan. “Ini tentang masa depan ekonomi, sosial, dan kesehatan bangsa,” tutupnya. (Hartatik)

Foto banner: Gambar dibuat oleh DALL-E OpenAI melalui ChatGPT (2024)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles