Riset: PDB per kapita global 2100 terancam turun lebih dari 10%, bila upaya mitigasi perubahan iklim gagal

Jakarta – Ancaman krisis iklim bukan hanya soal lingkungan, tapi juga langsung menyasar fondasi ekonomi dunia. Studi terbaru dari climaTRACES Lab, Universitas Cambridge, memperingatkan bahwa produk domestik bruto (PDB) per kapita global bisa anjlok lebih dari 10 persen pada akhir abad ini apabila tidak ada langkah mitigasi serius.

Riset yang dipimpin oleh Kamiar Mohaddes dan Mehdi Raissi ini dipublikasikan di jurnal PLOS Climate dan meneliti dampak kenaikan suhu rata-rata dari 2015 hingga 2100 terhadap 174 negara. “Tidak ada negara yang kebal dari konsekuensi iklim. Tanpa upaya nyata mengurangi emisi, kerugian ekonomi akan dirasakan semua pihak, kaya maupun miskin, panas maupun dingin,” tulis para peneliti dalam laporan, seperti dikutip dari Phys.org, Rabu, 24 September.

Menggunakan proyeksi suhu Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), studi ini memperhitungkan berbagai skenario: mulai dari tren pemanasan historis, skenario tanpa kenaikan suhu lebih lanjut, hingga skenario ekstrem dengan laju pemanasan 0,04 derajat Celsius per tahun.

Hasilnya menunjukkan bahwa dalam kondisi pemanasan ekstrem tanpa mitigasi, kerugian PDB per kapita global bisa mencapai 20–24 persen pada 2100. Sedangkan pada skenario moderat, penurunan diperkirakan tetap tinggi, yakni sekitar 10–11 persen.

Para peneliti mengamati variasi antar negara dan berkesimpulan bahwa negara-negara berpenghasilan rendah dan beriklim panas akan menanggung beban lebih berat, dengan kerugian ekonomi 30–60 persen di atas rata-rata global.

Adaptasi tidak cukup

Studi juga menegaskan bahwa meski protokol adaptasi—seperti perbaikan infrastruktur dan sistem pertanian—mampu mengurangi dampak, langkah tersebut tidak bisa sepenuhnya menutupi kerugian akibat pemanasan global.

Sebaliknya, pemenuhan target Perjanjian Paris 2015 yang membatasi kenaikan suhu hingga 0,01 derajat Celsius per tahun akan memberi dampak positif, yakni meningkatkan pendapatan global sekitar 0,25 persen dibandingkan skenario tren historis.

Tidak hanya pertanian, para peneliti menegaskan bahwa sektor transportasi, manufaktur, dan ritel juga akan terkena dampak langsung dari krisis iklim. Hal ini menantang anggapan lama bahwa perubahan iklim hanya akan melukai negara-negara tropis dan berbasis agraria. (Hartatik)

Foto banner: Gambar dibuat oleh DALL-E OpenAI melalui ChatGPT (2024)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles