Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut tahap krusial sebelum penerapan, yaitu uji jalan, bahkan belum dimulai dan membutuhkan waktu berbulan-bulan. Hal ini berpotensi mengancam mundurnya rencana pemerintah untuk menerapkan program biodiesel 50% (B50) pada awal 2026.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiyani Dewi dalam keterangan resmi, Selasa, 12 Agustus, mengungkapkan, proses pengujian di lapangan akan memakan waktu paling cepat enam bulan dan bisa mencapai delapan bulan.
Dengan kondisi ini, implementasi B50 diperkirakan baru bisa berjalan pada pertengahan 2026. Eniya menegaskan, selain uji jalan, ada sejumlah persiapan teknis lain yang harus dipenuhi agar program berjalan optimal. “Kalau itu (target 1 Januari 2026) sepertinya belum. Karena kan masih butuh persiapan,” ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, hingga Juni 2025 pemanfaatan biodiesel domestik baru mencapai 6,8 juta kiloliter (kl) atau 50,4% dari target tahunan sebesar 13,5 juta kl.
B50, campuran 50% biodiesel dengan 50% solar, diharapkan mampu mengurangi emisi karbon dan polusi udara. Namun, tantangan teknis masih membayangi, seperti titik nyala yang lebih tinggi dibanding solar murni, sehingga berisiko merusak mesin bila spesifikasi tidak disesuaikan.
Selain persoalan teknis, kapasitas produksi juga menjadi kendala besar. Untuk memenuhi kebutuhan B50 yang diproyeksikan mencapai 19,7 juta kl, Indonesia memerlukan tambahan tujuh hingga sembilan pabrik pengolahan CPO menjadi biodiesel. Saat ini, kapasitas nasional baru 15,8 juta kl per tahun.
“Penguatan kapasitas produksi ini sama pentingnya dengan pengujian di lapangan, karena tanpa keduanya target B50 tidak akan bisa berjalan,” tegas Eniya. (Hartatik)
Foto banner: Scharfsinn/shutterstock.com