IESR, BRIN rancang peta jalan rantai pasok fotovoltaik, dukung penuh target PLTS 108,7 GW

Jakarta – Pemerintah Indonesia menargetkan bauran energi nasional melalui pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebesar 108,7 gigawatt (GW) hingga 2060. Institute for Essential Services Reform (IESR) bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merumuskan peta jalan terintegrasi rantai pasok industri fotovoltaik nasional, dari hulu hingga hilir untuk dukung rencana pemerintah ini.

Dalam keterangan tertulis, Selasa, 5 Agustus, IESR menilai, transformasi energi ini menuntut perencanaan menyeluruh dan pembangunan ekosistem industri PLTS dalam negeri secara mandiri dan tahan guncangan geopolitik. Menurut mereka, target ambisius itu tak cukup jika hanya bergantung pada rencana formal seperti Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) atau RUPTL.

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan bahwa seluruh rantai pasok juga harus dipastikan kesiapannya. “Mulai dari pengolahan silika, produksi silikon, manufaktur sel dan modul surya, untuk membentuk industri fotovoltaik nasional yang terintegrasi,” jelas Fabby.

Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa energi surya akan menjadi kunci kemandirian energi nasional yang dimulai dari desa-desa. Dalam pidatonya di forum internasional seperti KTT BRICS, Presiden menyebutkan bahwa Indonesia mampu mencapai 100% energi terbarukan dalam satu dekade ke depan—dengan energi surya sebagai tulang punggungnya.

Menurut Fabby, saat ini permintaan global terhadap teknologi fotovoltaik melonjak tajam, didorong oleh tren net-zero emissions (NZE) di banyak negara. Inovasi sel surya yang makin efisien telah menurunkan biaya teknologi secara signifikan. Ia menekankan, Indonesia harus memanfaatkan peluang menjadi simpul strategis rantai pasok PLTS dunia yang saat ini masih sangat tergantung pada China.

“Negara-negara dari Asia hingga Amerika Latin kini aktif mencari sumber rantai pasok baru. Lokasi geografis Indonesia yang strategis dan sumber daya alam yang melimpah, memberi kita peluang emas untuk menjadi pusat produksi PLTS kawasan Asia Tenggara,” ungkap Fabby.

Kajian IESR–BRIN ini mengungkap bahwa Indonesia memiliki cadangan pasir kuarsa lebih dari 17 miliar ton—bahan baku utama pembuatan polisilikon—yang tersebar di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Meski demikian, Indonesia belum memiliki industri hulu fotovoltaik seperti produksi polisilikon, ingot, wafer, maupun kaca tempered khusus (low iron glass) untuk modul surya.

“Ini ironis. Kita punya bahan mentah, tenaga kerja, dan kawasan industri, tapi belum ada fasilitas untuk memprosesnya menjadi produk bernilai tambah tinggi,” kata Alvin Putra Sisdwinugraha, Analis Energi Terbarukan IESR.

Alvin menyebut bahwa saat ini produksi sel surya dalam negeri mencapai 9,5 GW, dan kapasitas modul sebesar 10,6 GW. Namun utilisasi pabrik masih rendah karena permintaan domestik yang belum optimal. Selain kendala regulasi, Indonesia juga butuh memperkuat efisiensi produksi dan inovasi teknologi di sektor ini.

Dalam kajian tersebut, IESR dan BRIN merekomendasikan tiga tahap strategi pengembangan rantai pasok PLTS nasional: jangka pendek (2025–2030), jangka menengah (2031–2040), dan jangka panjang (2041–2060). Strategi ini mencakup lima aspek: mendorong permintaan, penguatan produksi, penyelarasan kebijakan, pengembangan teknologi, serta penciptaan lapangan kerja.

Untuk mendukung transisi ini, pemerintah didorong menetapkan insentif fiskal dan nonfiskal, harmonisasi bea masuk, preferensi harga untuk produk lokal, dan perbaikan regulasi pengadaan energi surya. Di tingkat regional, Indonesia perlu mempercepat kerja sama dalam skema AFTA, serta membangun pusat riset terpadu dan mendorong otomasi industri.

“Pembangunan industri ini bisa didorong lewat pembentukan konsorsium nasional. Dengan begitu, kita tidak hanya berbicara kemandirian energi, tapi juga membuka peluang ekspor teknologi, memperkuat daya saing, dan menggantikan posisi batu bara sebagai andalan ekonomi,” tutup Fabby. (Hartatik)

Foto banner: Creativa Images/shutterstock.com

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles