WMO: Panas ekstrem bulan Juli 2024 pecahkan rekor, dampak perubahan iklim yang semakin parah

Jakarta – Juli 2024 menjadi saksi panas yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang berdampak pada ratusan juta orang di seluruh dunia dan menyoroti konsekuensi parah dari perubahan iklim, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mengatakan dalam sebuah pernyataan pada 13 Agustus. WMO mengatakan bahwa suhu rata-rata global telah mencetak rekor bulanan baru selama setidaknya 13 bulan berturut-turut.

Bulan ini, yang ditandai dengan suhu yang memecahkan rekor, sekarang dianggap sebagai salah satu bulan terpanas dalam sejarah modern, dengan 6 Juli sebagai hari terpanas yang pernah tercatat. Menurut Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA), Juli 2024 melampaui suhu tertinggi sebelumnya sebesar 0,03 ° C (0,05 ° F), sehingga menjadikannya “kemungkinan besar sebagai bulan terpanas yang pernah tercatat di dunia sejak tahun 1850.” Demikian pula, Layanan Perubahan Iklim Copernicus Uni Eropa menempatkan Juli 2024 sebagai bulan terpanas kedua secara global dan Juli terpanas kedua dalam catatan data ERA5, hanya 0,04 ° C di bawah rekor yang ditetapkan pada Juli 2023.

“Gelombang panas yang meluas, intens, dan berkepanjangan telah melanda setiap benua dalam satu tahun terakhir. Setidaknya sepuluh negara telah mencatat suhu harian lebih dari 50°C di beberapa lokasi. Ini menjadi terlalu panas untuk ditangani,” kata Sekretaris Jenderal WMO Celeste Saulo, yang mencerminkan keprihatinan yang semakin meningkat atas meningkatnya suhu panas.

Sumber: NOAA National Centers for Environmental Information

Laporan WMO pada bulan April menyoroti status Asia sebagai wilayah yang paling sering dilanda bencana pada tahun 2023 karena cuaca, iklim, dan bahaya yang berkaitan dengan air. Banjir dan badai menyebabkan jumlah korban jiwa dan kerugian ekonomi tertinggi, sementara dampak gelombang panas semakin parah. Laporan bertajuk “State of the Climate in Asia 2023” mengungkapkan percepatan yang mengkhawatirkan dari indikator-indikator utama perubahan iklim, seperti suhu permukaan, pencairan gletser, dan kenaikan permukaan air laut, yang menjadi ancaman signifikan bagi masyarakat, ekonomi, dan ekosistem di kawasan ini.

Pada tahun 2023, suhu permukaan laut di Samudra Pasifik barat laut mencapai titik tertinggi sepanjang masa, dan bahkan Samudra Arktik mengalami gelombang panas laut. Tren pemanasan di Asia meningkat hampir dua kali lipat sejak tahun 1961-1990, dengan banyak negara mengalami tahun terpanas pada tahun 2023.

“Kesimpulan dari laporan ini sangat mengejutkan. Banyak negara di kawasan ini mengalami tahun terpanas yang pernah tercatat pada tahun 2023, bersamaan dengan rentetan kondisi ekstrem, mulai dari kekeringan dan gelombang panas hingga banjir dan badai. Perubahan iklim memperburuk frekuensi dan tingkat keparahan kejadian-kejadian tersebut, yang berdampak besar pada masyarakat, ekonomi, dan yang terpenting, kehidupan manusia dan lingkungan tempat kita tinggal,” tambah Saulo.

Menurut Database Kejadian Darurat, Asia melaporkan 79 bencana yang terkait dengan bahaya hidrometeorologi pada tahun 2023, lebih dari 80% di antaranya terkait dengan banjir dan badai. Kejadian-kejadian tersebut mengakibatkan lebih dari 2.000 korban jiwa dan secara langsung berdampak pada sembilan juta orang. Terlepas dari meningkatnya risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh panas ekstrem, kematian akibat panas sering kali tidak dilaporkan.

Armida Salsiah Alisjahbana, Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan Pasifik (ESCAP), menyoroti dampak perubahan iklim yang tidak proporsional terhadap negara-negara yang rentan, dengan mencontohkan badai topan tropis Mocha yang menghantam Bangladesh dan Myanmar pada tahun 2023. “Peringatan dini dan kesiapsiagaan yang lebih baik telah menyelamatkan ribuan nyawa,” katanya.

Alisjahbana menekankan pentingnya laporan “State of the Climate in Asia 2023” dalam menjembatani kesenjangan antara ilmu pengetahuan iklim dan risiko bencana. Beliau menegaskan komitmen ESCAP dan WMO untuk meningkatkan ambisi iklim dan mempercepat implementasi kebijakan yang baik, termasuk memastikan peringatan dini menjangkau semua orang di kawasan ini saat krisis iklim terjadi.

Panas ekstrem musim panas ini menjadi pengingat akan perlunya aksi global untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan melindungi masyarakat yang rentan dari dampak buruknya. (Hartatik/nsh)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles