Jakarta – Bentuk nyata perubahan iklim tingkat lokal makin terlihat. Beberapa di antaranya berupa dua bencana hidrometeorologi berlawanan dalam satu waktu yang tercatat oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengungkapkan dalam Disaster Briefing daring, Senin (22/8), bahwa fenomena tersebut terlihat di Provinsi Aceh. Dari distribusi secara spasial, kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terjadi di Aceh Pesisir Barat, namun di Aceh pesisir Timur justru terjadi banjir.
“Fenomena ini terjadi dalam satu garis lintang wilayah yang sama. Ini salah satu bentuk konkrit, bentuk nyata dari dampak perubahan iklim di tingkat lokal. Artinya, kita punya kebakaran hutan di sisi barat kita punya banjir di sisi Timur,” ujar Abdul, dan menambahkan bahwa bencana hidrometeorologi yang saling berlawanan di tingkat lokal mulai terjadi.
Bahkan dalam sepekan terakhir, menurutnya, bencana hidrometeorologi kering yakni kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mendominasi di wilayah Indonesia. Disamping itu ada kejadian banjir, cuaca ekstrem hingga tanah longsor.
Abdul menambahkan, titik-titik panas sudah berkembang cukup banyak. Namun sejauh ini masih cukup terkendali. Meskipun sekarang Indonesia tengah dalam musim kemarau, ada pengaruh-pengaruh regional berdampak pada lokal yang tetap membawa intensitas hujan tinggi di beberapa tempat, sehingga intensitas banjir cukup dominan.
Akibat bencana tersebut, penduduk terdampak sampai 37.000 orang lebih, dan artinya warga yang terpaksa harus mengungsi cukup banyak dalam satu pekan. “Sangat mungkin banjir besar terjadi pada musim kemarau. Inilah yang harus kita waspadai di beberapa tempat,” tukasnya. (Hartatik)
Foto banner: Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari memaparkan bencana hidrometeorologi berlawanan sebagai dampak perubahan iklim dalam “Disaster Briefing” secara daring, Senin (22/8). (Foto: Hartatik)