Jakarta – Indonesia membuka lembaran baru dalam upaya penanggulangan perubahan iklim dengan memanfaatkan teknologi biochar. Wakil Menteri Lingkungan Hidup (Wamen LH), Diaz Hendropriyono, Senin, 7 Juli, menegaskan bahwa biochar tidak hanya menjawab tantangan lingkungan, tetapi juga menjadi pintu masuk Indonesia menuju perdagangan karbon global.
“Biochar ini bukan sekadar inovasi lingkungan. Ini solusi konkret yang mendukung mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sekaligus menciptakan peluang ekonomi hijau. Indonesia bisa menjadi pionir global di sektor ini,” ujar Diaz dalam keterangan tertulis, pada acara peluncuran Asosiasi Biochar Indonesia Internasional (ABII).
Biochar merupakan arang hasil pengolahan limbah biomassa, seperti ampas tebu (bagasse), yang dibakar dalam kondisi terbatas oksigen. Hasilnya mampu menyerap emisi gas rumah kaca (GRK) dari atmosfer sekaligus memperbaiki kualitas tanah. Teknologi ini dinilai efektif dan rendah biaya dalam meredam dampak perubahan iklim, sekaligus dapat menghasilkan kredit karbon yang memiliki nilai ekonomi di pasar internasional.
“Sekarang bolanya ada di asosiasi. Masukan teknis sudah kami berikan, tinggal bagaimana difinalisasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup. Harapannya sektor ini bisa jadi motor perdagangan karbon pertama dari Indonesia,” ungkap Diaz.
Jawaban atas ‘triple planetary crisis’
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Rahmat Pambudi yang turut hadir dalam acara peluncuran ABII, menegaskan bahwa biochar merupakan salah satu alat penting dalam menghadapi triple planetary crisis—yakni perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
“Kelihatannya sederhana, tapi menghasilkan biochar berkualitas adalah langkah strategis yang menjawab tiga krisis planet secara bersamaan,” ujar Rahmat. Ia juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas ABII dan menyerukan agar sektor biochar memiliki peta jalan nasional yang terintegrasi dengan sistem pertanian dan ketahanan pangan Indonesia.
Ketua Umum ABII, Hashim Djojohadikusumo yang juga merupakan Utusan Khusus Presiden bidang Perubahan Iklim, menyampaikan apresiasi atas semangat kolaboratif yang terbangun dalam pengembangan sektor biochar.
Ia menambahkan bahwa sektor biochar tidak hanya potensial secara ekologis, tetapi juga ekonomis. Selama 25 tahun masa kerja sama, pengembangan biochar ditargetkan dapat mengurangi emisi karbon hingga 102.500 ton CO₂e, angka signifikan yang dapat dikonversi menjadi carbon credit berdaya jual tinggi di pasar global. (Hartatik)
Foto banner: Tangkapan layar kanal YouTube Kementerian LH