Transisi energi perlu keseimbangan produksi energi fosil dan pengurangan emisi karbon

Jakarta – Dalam strategi transisi energi nasional, peranan gas bumi menjadi salah satu yang terpenting untuk pemenuhan kebutuhan energi, demikian pernyataan Dewan Energi Nasional (DEN) dalam pernyataan tertulis, Selasa (24/5). Gas bumi merupakan jenis sumber energi yang memiliki intensitas karbon lebih rendah daripada minyak dan batubara, sehingga cenderung lebih bersih, menurut badan tersebut.

Anggota DEN Satya Widya Yudha mengatakan, Indonesia sebagai salah satu negara penghasil migas di dunia, sebaiknya tidak gegabah dalam menyusun strategi transisi energi, karena kebutuhan energi nasional saat ini masih sangat tinggi. Menurut perhitungan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), pada 2045 PDB Indonesia akan mencapai 29.000 USD per kapita per tahun.

“Artinya, Indonesia akan masuk dalam kategori negara maju karena berada dalam lima besar PDB di dunia,” ungkap Satya. Oleh karena itu, lanjutnya, strategi yang dapat dilakukan saat ini adalah tetap melakukan eksplorasi energi fosil yang ada namun dengan menggunakan teknologi Carbon Capture and Storage/Carbon Capture, Utilization and Storage (CCS/CCUS).

Komitmen internasional yang ada tentang transisi energi seyogyanya tidak lantas meniadakan migas, tetapi tetap berusaha mengurangi emisi karbon. Alhasil, kebutuhan energi nasional tetap dapat terpenuhi.

Satya menjelaskan bahwa hal yang perlu ditekankan dalam transisi energi adalah mencari keseimbangan yang tepat, agar produksi migas bisa berjalan dan emisi karbon bisa dikurangi sesuai dengan target pemerintah.

Dalam konteks pengembangan gas bumi, Satya mengingatkan pemerintah untuk menyediakan infrastruktur yang diperlukan sehingga suplai gas bumi dari produsen kepada konsumen di dalam negeri bisa terserap secara maksimal.

“Jika minim infrastruktur, diperkirakan akan terjadi kelebihan pasokan gas bumi dan kemudian memilih untuk diekspor. Kondisi tersebut dianggap tidak memberikan manfaat terhadap kebutuhan energi nasional,” bebernya.

Rencana Umum Energi Nasional sebagaimana diatur dalam Perpres No 22/2017 memproyeksikan porsi energi fosil dalam bauran energi Indonesia pada 2050 mendatang sekitar 68,80 persen. Saat ini, porsi energi fosil dalam bauran energi masih sekitar 89 persen, yang terdistribusi atas batubara 38%, minyak bumi 32%, dan gas bumi 19%.

Terpisah, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro mengingatkan transisi energi membutuhkan persiapan dari banyak aspek yang ada. Oleh karena itu, semua hal yang terkait perlu dilakukan secara bertahap, agar tidak menjadi beban perekonomian dan kehidupan sosial bagi masyarakat pada umumnya.

Menurut Komaidi, pemanfaatan gas bumi untuk kepentingan domestik dapat digunakan sebagai jembatan dalam pelaksanaan transisi energi di Indonesia. “Ultimate goal” dari kebijakan transisi energi pada dasarnya adalah upaya mengurangi tingkat emisi, bukan semata-semata hanya mengganti sumber energi fosil dengan EBT.

“Sebagai sumber energi fosil yang dinilai paling bersih, porsi pemanfaatan gas bumi dalam bauran energi primer secara otomatis akan mengurangi tingkat emisi yang ada pada sektor energy,” kata Komaidi. (Hartatik)

Foto banner: New Energy Nexus (NEX) Indonesia, didukung oleh IKEA Foundation, membagikan dana kepada empat perusahaan solar panel. (Sumber: NEX Indonesia)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles