Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan sebanyak 13 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara akan dipensiunkan secara bertahap dan PLTU yang masih beroperasi akan mengadopsi teknologi Clean Coal Technology (CCT) untuk mendukung efisiensi dan pengurangan emisi.
Langkah tersebut dilakukan sebagai pelaksanaan Peraturan Presiden (Perpres) No. 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan, dalam rangka pengurangan penggunaan batubara untuk mencapai target net-zero emissions (NZE).
“Dalam upaya menjaga pasokan energi domestik, batubara tetap akan memiliki peran penting dalam bauran energi kita, namun langkah menuju net zero akan didukung oleh kebijakan, investasi, dan teknologi PLTU ramah lingkungan,” ujar Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam keterangan resmi pada acara Coaltrans Asia 2024 di Bali, Senin, 9 September.
Dalam kerangka kebijakan ini, pemerintah menyusun peta jalan untuk memensiunkan 13 PLTU secara dini. Pemensiunan ini dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan aspek keekonomian serta memastikan tidak adanya gejolak dalam pasokan listrik maupun kenaikan tarif listrik yang memberatkan masyarakat.
Sementara itu, untuk PLTU yang masih beroperasi, pemerintah akan mengimplementasikan teknologi CCT, termasuk teknologi supercritical dan ultra-supercritical. Saat ini, terdapat tujuh PLTU di Indonesia yang sudah menggunakan teknologi tersebut dengan total kapasitas 5.455 MW. Di antaranya adalah PLTU Cirebon (660 MW), PLTU Paiton 3 (815 MW), dan PLTU Jawa 7 Unit 1 (1.000 MW).
“Penerapan teknologi clean coal menjadi langkah penting dalam transisi energi, sambil tetap menjaga ketahanan pasokan listrik nasional,” tambah Bahlil.
Pemerintah juga berencana untuk mengembangkan teknologi boiler ultra-supercritical pada sembilan PLTU di Pulau Jawa dengan kapasitas total 10.130 MW hingga 2028. Ini merupakan 37,43% dari keseluruhan rencana pengembangan PLTU batubara di Indonesia.
Di samping adopsi teknologi CCT, Kementerian ESDM juga mendorong penerapan cofiring, yaitu pencampuran bahan bakar batubara dengan biomassa pada PLTU. Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan biomassa, terutama dari limbah perkebunan sawit. Langkah ini diyakini mampu mengurangi emisi dari pembangkit listrik batubara.
Dengan hampir 60% atau sekitar 91 gigawatt (GW) pasokan listrik Indonesia berasal dari batubara, Bahlil menyadari bahwa transisi ini harus dilakukan secara hati-hati.
“Kami berkomitmen untuk melakukan transisi energi yang adil dan bertahap, termasuk melindungi kesejahteraan pekerja dan masyarakat yang bergantung pada sektor batubara,” tutup Bahlil.
Langkah ini mencakup pelatihan ulang pekerja, diversifikasi ekonomi lokal, dan investasi dalam sektor energi baru yang dapat menggantikan kontribusi ekonomi dari batubara. (Hartatik)