Transisi Energi Indonesia: Langkah-langkah kunci percepatan pengembangan sistem penyimpanan energi (ESS)

Jakarta – Laporan Institute for Essential Services Reform (IESR), menyoroti bahwa pengembangan ESS di Indonesia harus didukung oleh kebijakan yang mendorong pertumbuhan teknologi ini. Laporan berjudul Powering the Future,memperkirakan bahwa Indonesia perlu memiliki kapasitas penyimpanan energi setidaknya sebesar 60,2 GW pada 2060 untuk mendukung transisi energi. Saat ini, kapasitas penyimpanan energi Indonesia baru mencapai 25 megawatt-jam (MWh), dan sebagian besar berasal dari inisiatif swasta.

His Muhammad Bintang, Penulis Powering the Future 2024 dan Koordinator Grup Riset Sumber Daya Energi dan Listrik IESR mengatakan, Indonesia belum memiliki sistem penyimpanan energi skala besar.

“Padahal, skema ekspor listrik ke Singapura bisa menjadi peluang untuk mempercepat adopsi ESS di Tanah Air. Dengan adanya proyek ini, kapasitas penyimpanan energi bisa meningkat hingga 33,7 GWH pada 2030,” ujarnya.

IESR merekomendasikan beberapa langkah penting bagi pemerintah untuk mempercepat pengembangan ESS di Indonesia. Pertama, pemerintah perlu memperbaiki kerangka regulasi dan memberikan kepastian hukum untuk mengurangi risiko bagi pengembang ESS.

“Pemerintah harus memastikan adanya kompensasi yang sepadan bagi pengembang ESS dan memberikan insentif untuk meningkatkan kepercayaan investor,” kata Fabby.

Kedua, pemerintah perlu meningkatkan infrastruktur dan teknologi ESS melalui proyek percontohan. Hal ini akan memungkinkan berbagai opsi teknologi ESS untuk diuji, sehingga ditemukan solusi yang paling tepat bagi kebutuhan Indonesia. “Kami menyarankan adanya proyek-proyek uji coba untuk berbagai teknologi penyimpanan, yang bisa menjadi model bagi pengembangan ESS di masa depan,” kata Alvin.

Ketiga, pengembangan ekosistem penyimpanan energi juga perlu disertai dengan kebijakan yang mendukung aspek ekonomi dan keberlanjutan. “Kita tidak hanya memerlukan kapasitas penyimpanan yang besar, tetapi juga teknologi penyimpanan yang ramah lingkungan dan efisien. Penting untuk memastikan bahwa teknologi yang digunakan juga dapat diintegrasikan dengan sistem energi nasional,” tambah Fabby.

Indonesia memiliki potensi energi surya yang sangat besar. Menurut laporan IESR, total rencana pengembangan PLTS oleh pemerintah dan PLN mencapai 17 GW, yang menunjukkan peluang besar untuk menarik investasi dan memperkuat sektor energi terbarukan. Namun, Alvin mengingatkan bahwa tanpa pengembangan ESS yang mendukung, adopsi PLTS dalam skala besar bisa terhambat.

“Perkembangan energi surya di Indonesia membutuhkan kejelasan regulasi, dukungan infrastruktur, serta inovasi teknologi untuk mengoptimalkan pemanfaatannya,” jelas Alvin.

Ke depannya, IESR optimis bahwa dengan adanya kebijakan yang mendukung, Indonesia dapat menjadi pemain utama dalam transisi energi global.

“Dengan langkah yang tepat, kita bisa memanfaatkan potensi energi surya dan ESS untuk membangun sistem energi yang berkelanjutan. Tahun 2025 akan menjadi tahun kunci dalam mengevaluasi efektivitas kebijakan yang ada dan menentukan langkah kita ke depan dalam mempercepat penetrasi energi terbarukan,” pungkas Fabby. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles