Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memperbarui panduan pasar keuangan berkelanjutan dari Taksonomi Hijau Indonesia (THI) menjadi Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) pada Februari 2024. Pembaruan ini bertujuan untuk menarik lebih banyak pembiayaan berkelanjutan ke berbagai sektor, terutama sektor energi, guna mencapai target net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih awal.
Institute for Essential Services Reform (IESR) menyatakan bahwa meskipun TKBI adalah langkah maju, masih terdapat beberapa kelemahan yang bisa mengurangi efektivitasnya. Manajer Program Transformasi Energi IESR, Deon Arinaldo mengungkapkan, indikator penurunan emisi di PLTU rendah mengingat PLTU punya emisi operasional mencapai 900-1200 gram setara karbon dioksida per kWh.
Ia menambahkan bahwa dengan indikator pengurangan emisi 35 persen setelah 10 tahun, pemberian label ‘transisi’ atau ‘hijau’ pada PLTU masih belum tepat. TKBI mengategorikan aktivitas ekonomi ke dalam tiga klasifikasi yakkni tidak memenuhi klasifikasi, transisi, dan hijau. Aktivitas PLTU existing dan pembangunan PLTU baru sebelum Perpres 112/2022 termasuk kategori ‘transisi’, yang menurut Deon tidak sejalan dengan prinsip mitigasi krisis iklim.
“Jika ingin konsisten dengan 1,5 derajat Celsius, emisi dari PLTU batubara nasional harus mencapai puncak sebelum 2030 dan mendekati nol di tahun 2040,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Jumat, 17 Mei.
Selain itu, aktivitas pertambangan yang mendukung transisi energi juga masuk kategori ‘transisi’. Farah Vianda, Koordinator Keuangan Berkelanjutan IESR, menekankan pentingnya pengetatan kriteria dan adanya pihak ketiga untuk memastikan kategori pelabelan suatu kegiatan sesuai dengan TKBI, guna mencegah praktik greenwashing.
Sementara itu, Manajer Program Ekonomi Hijau IESR, Wira A Swadana menambahkan bahwa TKBI dapat menjadi acuan pendanaan untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia. “TKBI perlu memastikan kaidah-kaidah yang jelas dan sesuai dengan penggunaan teknologi yang efisien dan efektif untuk penurunan emisi,” tuturnya. (Hartatik)