Jakarta – Serikat Pekerja (SP) PT PLN (Persero) menyatakan dukungan penuh terhadap sikap pemerintah yang menolak skema power wheeling dalam sistem ketenagalistrikan nasional. Menurut SP PLN, kebijakan tersebut merupakan langkah strategis untuk menjaga keberlanjutan peran PLN sebagai penyedia listrik utama bagi masyarakat.
Dalam keterangan resmi, Kamis, 27 Februari, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) SP PLN, M Abrar Ali, mengungkapkan apresiasinya terhadap keputusan Presiden RI Prabowo Subianto yang menolak penerapan skema power wheeling. Ia menegaskan bahwa keputusan tersebut menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga kedaulatan energi nasional dan melindungi kepentingan masyarakat luas.
“Kami sangat mengapresiasi sikap tegas Presiden RI Prabowo Subianto yang menolak skema power wheeling. Penolakan ini adalah bentuk nyata keberpihakan pemerintah terhadap PLN sebagai pengendali utama kelistrikan nasional,” ujar Abrar.
Sikap presiden terkait skema power wheeling sebelumnya telah disampaikan oleh Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, dalam acara Indonesia Economic Outlook 2025 di Jakarta. Hashim menekankan bahwa PLN harus tetap menjadi pilar utama dalam sistem ketenagalistrikan nasional, guna memastikan keadilan dan keterjangkauan harga listrik bagi masyarakat.
Abrar menilai, jika skema power wheeling diterapkan, hal tersebut dapat membuka jalan bagi pihak swasta untuk memproduksi dan menjual listrik secara langsung kepada masyarakat. Akibatnya, peran PLN sebagai badan usaha milik negara (BUMN) di sektor listrik akan tergerus, dan harga listrik bisa ditentukan oleh mekanisme pasar tanpa adanya kontrol dari negara.
“PLN harus tetap menjadi pengendali utama listrik di Indonesia. Kami mendukung penuh komitmen pemerintah untuk meningkatkan kapasitas tenaga listrik hingga 107 GW dalam 15 tahun ke depan, di mana 75 persen berasal dari energi baru terbarukan (EBT) dan 4,3 GW berasal dari nuklir. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah bahwa PLN harus tetap menjadi pengendali listrik nasional,” tegasnya.
SP PLN telah berulang kali menyuarakan penolakannya terhadap skema power wheeling yang dinilai sebagai bentuk liberalisasi sektor kelistrikan yang tidak sesuai dengan konstitusi. Mereka menilai bahwa kepentingan masyarakat harus menjadi prioritas utama dibandingkan kepentingan bisnis segelintir pihak.
Lebih lanjut, Abrar menekankan bahwa skema power wheeling seharusnya dihapus dari Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). Ia berpendapat bahwa skema ini membawa lebih banyak risiko dibandingkan manfaat bagi negara dan masyarakat.
“Sikap yang paling bijak dan berpihak kepada kepentingan nasional adalah menghapus skema power wheeling dari RUU EBET. Kami akan terus menyuarakan penolakan terhadap skema ini karena bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila serta norma hukum dan konstitusi yang berlaku,” pungkasnya. (Hartatik)
Foto banner: Gambar dibuat menggunakan OpenAI DALL·E via ChatGPT (2024)