RUU Perubahan Iklim dorong hak lingkungan sehat inklusif, daerah krisis perlu kebijakan lebih tegas

Jakarta — Para pengamat menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Iklim sebagai langkah penting menuju keadilan iklim di Indonesia, karena untuk pertama kalinya pengakuan terhadap hak atas lingkungan yang sehat secara eksplisit mencakup kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas. Pendapat lain menyatakan bahwa regulasi besar ini harus diperkuat dengan respons nyata, khususnya untuk daerah-daerah yang kini berada dalam kondisi darurat akibat dampak perubahan iklim.

Hal tersebut mengemuka dalam webinar bertajuk “Pentingnya Dampak Perubahan Iklim bagi Penyandang Disabilitas” yang diselenggarakan Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) pada Selasa, 29 April 2025. Salah satu pembicara, Graal Taliawo, Anggota Komite II DPD RI, menyoroti bahwa sekalipun RUU ini memuat norma penting, tantangan di lapangan jauh lebih kompleks.

“RUU ini mencerminkan semangat konstitusi, terutama Pasal 28H yang menegaskan hak setiap warga atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tapi di lapangan, seperti di Maluku Utara, air laut sudah naik, rumah warga hampir tenggelam. Ini butuh tindakan lebih dari sekadar regulasi teknis,” ujar Graal, yang juga Panitia Perancang UU DPD dari Maluku Utara.

Menurutnya, wilayah-wilayah seperti Tobelo di Maluku Utara menghadapi krisis ekologis nyata yang tidak bisa ditangani hanya dengan petunjuk teknis atau kebijakan sektoral. “Harus ada payung hukum nasional yang kuat untuk memastikan keadilan iklim menjangkau mereka,” tegasnya.

Disabilitas dan krisis iklim: Risiko tiga kali lipat

Salah satu kelompok yang paling rentan dalam konteks perubahan iklim adalah penyandang disabilitas. Dalam forum yang sama, Ketua PJS Yeni Rosa Damayanti menyampaikan bahwa disabilitas menghadapi setidaknya tiga bentuk kerentanan dalam bencana iklim.

Pertama, kerentanan keselamatan saat evakuasi. Yeni mencontohkan kasus penyandang disabilitas pengguna kursi roda yang tinggal hanya dengan ibunya yang sudah lanjut usia.

“Saat semua orang sibuk menyelamatkan diri, siapa yang membantu mereka? Apalagi kalau disabilitas mental yang sering disembunyikan keluarganya, mereka bisa luput dari penyelamatan dan ditemukan sudah tak bernyawa,” ujarnya.

Kerentanan kedua berkaitan dengan ekonomi. Setelah bencana, penduduk biasanya harus berpindah lokasi atau pekerjaan, namun bagi penyandang disabilitas hal ini jauh lebih rumit.

“Peluang kerja bagi disabilitas terbatas. Jika mereka harus pindah, itu bisa memutus mata pencaharian satu-satunya yang mereka punya,” tutur Yeni.

Kerentanan ketiga adalah aksesibilitas pasca bencana. Banyak pengungsi yang dipindahkan ke hunian sementara atau tetap yang tidak ramah disabilitas.

“Rumah barunya tidak punya jalur kursi roda, tidak ada toilet yang bisa diakses. Ini membuat mereka semakin terisolasi dan hidup dalam bahaya,” tambahnya.

Desakan partisipasi inklusif dalam RUU

Dalam pembahasan RUU Perubahan Iklim, kelompok penyandang disabilitas yang tergabung dalam Aliansi Rakyat untuk Keadilan Iklim (ARUKI) telah menyampaikan aspirasi agar hak mereka dimasukkan secara eksplisit dalam draf regulasi.

Graal Taliawo menyambut baik langkah itu dan menegaskan bahwa keadilan iklim berarti tidak boleh ada satu kelompok pun yang tertinggal, termasuk penyandang disabilitas dan masyarakat di wilayah tertinggal atau terdampak langsung.

Indonesia sendiri telah meratifikasi dua instrumen internasional penting terkait perubahan iklim: Paris Agreement melalui UU No. 16 Tahun 2016 dan Kyoto Protocol lewat UU No. 17 Tahun 2004. Namun, implementasi di tingkat domestik dinilai belum sepenuhnya berpihak pada kelompok paling terdampak.

“Jangan sampai Indonesia hanya kuat di komitmen global, tapi lemah di pelaksanaan lokal. Keadilan iklim itu bukan hanya soal emisi, tapi soal siapa yang pertama kali dan paling parah terkena dampaknya,” tutup Yeni. (Hartatik)

Foto banner: Inclusifest 2024, diselenggarakan oleh Dilans, gerakan advokasi penyandang disabilitas dan lansia, di Bandung. (nsh) 

 

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles