Jakarta — RECOFTC Indonesia, bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan, ASEAN, dan organisasi hukum lingkungan ClientEarth, meluncurkan program pelatihan nasional untuk meningkatkan kapasitas fasilitator dan staf kehutanan sosial. ClientEarth dalam pernyataan pada Selasa, 28 Oktober, mengatakan program ini menyelaraskan praktik kehutanan sosial Indonesia dengan ASEAN Guiding Principles (AGP) untuk Kerangka Hukum Kehutanan Sosial yang Efektif.
Pelatihan selama tiga hari yang diselenggarakan pada tanggal 28–30 Oktober di Jakarta, mengumpulkan fasilitator, petugas kehutanan, dan staf pemerintah daerah dari provinsi-provinsi termasuk Lampung, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Bogor, dan Yogyakarta. Peserta mewakili Kantor Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi, Pusat Kehutanan Sosial, dan Direktorat Pengelolaan Kehutanan Sosial.
Peningkatan pengelolaan hutan berbasis hak dan partisipatif
Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman teknis dan kelembagaan terkait prosedur perizinan kehutanan partisipatif, transparan, dan berbasis hak. “Melalui pelatihan ini, kita ingin menghubungkan kebijakan dengan realitas di lapangan,” kata Gamma Galudra, Direktur RECOFTC Indonesia, menekankan pentingnya memastikan bahwa kehutanan komunitas selaras dengan standar tata kelola yang baik di seluruh ASEAN.
Program ini bertujuan untuk memberikan akses kepada masyarakat untuk mengelola 12,7 juta hektar hutan melalui Peta Indikatif Kawasan Hutan Sosial (PIAPS), yang saat ini telah memasuki revisi kesembilan. Program ini juga mengintegrasikan inisiatif seperti Program Integrated Area Development (IAD) di 62 kabupaten untuk mendorong kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, media, dan masyarakat.
“Masyarakat setempat dan masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama pengelolaan hutan negara, hutan hak, dan hutan adat untuk mencapai kesejahteraan sosial, ekonomi, dan ekologis di perhutanan sosial,” kata Ahmad Dany Sunandar, Kepala Subdirektorat Persiapan Persetujuan Hutan Sosial di Direktorat Jenderal Hutan Sosial, Kementerian Kehutanan, sambil menekankan perannya yang semakin penting dalam ketahanan pangan, energi terbarukan, dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
Selama pelatihan, peserta mendiskusikan kasus-kasus nyata dari Lampung, Lombok, Flores Timur, Simalungun, dan Teluk Jambe, serta temuan dari Penilaian Kesenjangan Hukum ClientEarth, yang membandingkan kebijakan Indonesia dengan Prinsip Panduan ASEAN.
“Prinsip-Prinsip Panduan ASEAN untuk Kerangka Hukum Kehutanan Sosial yang Efektif dapat berfungsi sebagai dasar untuk memperkuat pengembangan dan
pelaksanaan kerangka hukum serta kebijakan nasional mengenai kehutanan sosial, dengan tujuan khusus untuk meningkatkan akses masyarakat lokal terhadap program kehutanan sosial di tingkat tapak,” kata Amalia Rodriguez Fajardo, Penasihat Hukum dan Kebijakan di ClientEarth. (nsh)
Foto banner: ClientEarth


