Prioritas Indonesia di COP30: Akses pasar karbon hingga pendanaan iklim berimbang

Jakarta – Indonesia berencana hadir dalam gelaran Conference of the Parties ke-30 (COP30) di Belém, Brasil, pada 10–21 November 2025, membawa strategi yang lebih terukur dan fokus pada keadilan pendanaan iklim. Demikian pernyataan pemerintah pada Jumat, 31 Oktober. Diplomasi karbon, penguatan pasar karbon internasional, hingga keseimbangan pendanaan antara mitigasi dan adaptasi adalah prioritas utama pemerintah Indonesia.

Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menjelaskan bahwa pertemuan tahun ini memiliki makna khusus karena menandai satu dekade sejak Persetujuan Paris disepakati. Namun, kondisi global dinilai masih belum sejalan dengan target pembatasan kenaikan suhu 1,5 derajat Celcius. “Indonesia tidak sekadar hadir, tetapi membawa upaya konkret transisi energi yang adil dan berkelanjutan,” ujarnya.

NDC Kedua dan target emisi lebih rendah 2030

Hanif menyebut pembaruan Second Nationally Determined Contribution (SNDC) yang dirilis akhir Oktober menjadi tonggak penting untuk menurunkan puncak emisi pada 2030. Pemerintah menyiapkan dua skenario Low Carbon Compatible with Paris Agreement (LCCP), dengan proyeksi reduksi emisi 8–17,5 persen.

Langkah tersebut diperkuat lewat agenda kerja kolaboratif lintas sektor dan evaluasi enam bulanan agar pelaksanaan mitigasi tetap berada di jalurnya. Pemerintah menempatkan sektor kehutanan sebagai penggerak utama penurunan emisi, sambil menunggu percepatan transisi energi. Salah satu agenda strategis adalah pengelolaan 12,7 juta hektare hutan untuk ekonomi hijau berbasis komunitas dan korporasi lokal.

“Prioritas Indonesia di COP30 meliputi penguatan kemitraan internasional dan akses pasar karbon berintegritas, advokasi pertumbuhan ekonomi hijau, serta pendanaan iklim yang berimbang antara mitigasi dan adaptasi,” tegas Hanif.

Diplomasi karbon untuk akses pasar global

Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi, Hashim Sumitro Djojohadikusumo, menambahkan bahwa kerja sama internasional menjadi instrumen utama untuk menopang ambisi penurunan emisi. “Kami mendorong diplomasi karbon dan perdagangan karbon lintas sektor agar unit karbon Indonesia diterima secara global,” ujarnya.

Untuk memperkuat kredibilitas pasar, Indonesia telah menjalin mutual recognition agreements (MRA) dengan beberapa lembaga internasional, termasuk Jepang, Gold Standard, dan Verra. Kerja sama ini memberi peluang agar kredit karbon nasional dapat diperdagangkan lebih luas dan bernilai lebih tinggi.

Pada COP30, Paviliun Indonesia mengusung tema “Accelerating Substantial Actions of Net Zero Achievements through Indonesia High Integrity Carbon.” Kehadiran paviliun ini ditujukan menjadi ruang temu para pembuat kebijakan, pelaku industri, dan pasar karbon internasional, sekaligus membangun ekosistem perdagangan karbon yang transparan dan berkelanjutan. (Hartatik)

Foto banner: Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq dalam kegiatan penanaman mangrove, 27 Oktober 2025. Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup.

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles