
Sumber: Sekretariat Presiden https://youtu.be/gN2Yli9UZIA
Jakarta – President Joko Widodo mengatakan bahwa dunia masih menghadapi tantangan dalam bertransisi ke energi bersih, yaitu belum meratanya akses terhadap energi bersih dan berkelanjutan, pendanaan dan dukungan riset dan teknologi untuk menjalaninya. Demikian disampaikannya dalam pembukaan S20 High Level Policy Webinar on Just Energy Transition, dari Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (17/3).
“Setiap negara memiliki tantangan dan kebutuhan yang berbeda dalam mentransformasikan sistem energi mereka. Transisi energi bukan hanya tentang perubahan pemanfaatan dan penggunaan bahan bakar fosil ke energi terbarukan, tetapi menyangkut aspek yang sangat-sangat kompleks, dari ilmu pengetahuan dan teknologi sampai dengan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan,” kata Presiden Jokowi.
S20 atau Science 20 adalah salah satu engagement group pada forum G20 dengan komunitas sains. Menurut Jokowi, transisi energi akan mengubah banyak hal dan membutuhkan strategi dan mekanisme yang tepat agar transisi energi rendah karbon yang adil dan merata dapat terlaksana dengan baik.
“Saya melihat ada tiga tantangan besar dalam transisi energi yang perlu mendapatkan perhatian kita bersama. Pertama, terkait dengan akses energi bersih. … Tantangan kedua, terkait dengan masalah pendanaan. Proses transisi membutuhkan dana yang sangat besar, transisi energi membutuhkan proyek-proyek baru, artinya juga dibutuhkan investasi yang baru. Karena itu, dibutuhkan eksplorasi mekanisme pembiayaan yang tepat agar tercipta keekonomian, harga yang kompetitif, dan tidak membebani masyarakat,” tegasnya.
Dilanjutkannya bahwa tantangan ketiga adalah pentingnya dukungan riset dan teknologi dan dibutuhkannya SDM yang unggul untuk mendukung transisi energi.
Jokowi juga mengingatkan negara-negara G20 yang “diharapkan dapat menjembatani dan mendorong negara-negara berkembang dan maju pada keanggotaan G20 untuk mempercepat proses transisi energi, memperkuat sistem energi global yang adil dan berkelanjutan, dalam suatu kesepakatan global.”
Presiden ADB Masatsugu Asakawa, setuju bahwa sumber daya yang substansial perlu dikerahkan untuk melakukan transisi yang juga harus adil dan inklusif.
“Biarkan saya menyoroti tiga cara utama agar kita dapat mencapai ini. Pertama, kami sangat perlu meningkatkan dukungan untuk transisi energi, menggunakan pendekatan inovatif. Pendanaan iklim akan memainkan peran besar di sini, dan ADB meningkatkan tantangan ini. Tahun lalu, kami meningkatkan ambisi kami untuk menyediakan $100 miliar dalam pendanaan iklim kumulatif antara 2019 dan 2030,” katanya.
Asakawa menambahkan bahwa hal kedua yang diperlukan “adalah bergabung bersama untuk membuat komitmen yang jelas dan teguh pada transisi energi yang adil. Kebijakan Energi baru ADB mengartikulasikan komitmen ini. Ini mencerminkan keputusan kami untuk menarik diri dari pembiayaan batu bara dan untuk memastikan akses ke energi yang terjangkau, berkelanjutan, dan modern untuk semua.”
Dia mengatakan bahwa cara kunci ketiga dalam upaya kami untuk transisi energi yang adil adalah dengan mempertimbangkan tantangan unik dari setiap negara anggota berkembang dalam mengubah sistem energi mereka. (nsh)