Jakarta – Pembangkit listrik tenaga surya terapung (PLTS) dan tenaga angin mulai mendapat tempat dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) periode 2024-2033 yang akan datang dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
“Floating PV (FPV) telah muncul sebagai solusi yang menjanjikan untuk masalah pembebasan lahan tenaga surya skala utilitas di Indonesia,” demikian menurut Indonesia Energy Transition Outlook 2025, laporan terbaru dari Institute for Essential Services Reform (IESR).
Hal ini dapat terwujud dengan syarat bahwa proses perencanaan dan pengadaan dilakukan dengan benar dan sesuai jadwal. Pada saat yang sama, menurut laporan tersebut, waktu tunggu dapat kurang dari tiga tahun sejak penandatanganan perjanjian jual beli listrik (PPA), seperti yang ditunjukkan dalam proyek FPV Cirata.
Dengan keuntungan ini, proyek-proyek Floating PV yang akan datang dapat menjadi pionir dalam memperluas kapasitas tenaga surya berskala utilitas di Indonesia.
RUPTL 2024-2033 saat ini sedang direvisi oleh PLN dan lembaga-lembaga terkait. Rencana usaha ketenagalistrikan ini digunakan sebagai dasar bagi perusahaan dan para pelaku bisnis dalam berinvestasi dan mengembangkan pembangkit listrik dalam 10 tahun ke depan.
Hingga September 2024, 41,6% dari 1,89 GW proyek pembangkit listrik tenaga surya yang sedang dalam proses adalah sistem PV yang terpasang di tanah dengan kapasitas di kisaran 10-50 MW, diikuti oleh FPV sebesar 31,3%, demikian yang dilaporkan oleh lembaga tersebut.
Proyek-proyek ini terutama akan dieksekusi oleh sub-holding PLN (Indonesia dan Nusantara Power), di bawah skema pemegang saham mayoritas dan minoritas.
Pengembangan tenaga angin relatif tertinggal dari tenaga surya, sebagaimana tercermin dalam dokumen perencanaan sebelumnya. Tanah Laut di Kalimantan Selatan adalah satu-satunya proyek on-grid yang saat ini berada dalam tahap perjanjian jual beli tenaga listrik (PJBL) dan konstruksi, dengan perkiraan COD pada tahun 2025.
PPA telah ditandatangani dengan harga listrik sebesar USD 0,055/kWh, yang merupakan harga terendah dalam sejarah untuk tenaga angin.
Rancangan RUPTL 2024-2033 baru-baru ini mengindikasikan minat yang lebih besar dari PLN untuk mengembangkan lebih banyak proyek tenaga angin, dengan total 5,3 GW proyek yang sedang dipersiapkan.
Selain itu, PLN telah memulai diskusi untuk menerapkan skema pengadaan bundling untuk beberapa proyek energi terbarukan. Hal ini mencakup potensi proyek-proyek tenaga surya sebesar 1,9 GW, 2,3 GW untuk proyek-proyek tenaga angin, dan 3,6 GW untuk proyek-proyek pembangkit listrik tenaga air dan pumped-storage yang tersebar di seluruh Sumatera dan Jawa-Madura-Bali.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XII DPR RI pada awal Desember lalu bahwa Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah melakukan peninjauan ulang terhadap RUPTL 2024-2033.
Ia mengatakan bahwa dalam RUPTL yang akan datang, PLN akan menambah kapasitas terpasang listrik Indonesia sebesar 68 GW dari tahun ini hingga 2023. Sebanyak 46 GW, atau 67% dari kapasitas terpasang tersebut, akan berasal dari energi terbarukan. (Roffie Kurniawan)