PGN terkendala biaya dan harga jual, perluasan jargas terhambat

Jakarta – Ambisi pemerintah untuk membangun 5,5 juta sambungan jaringan gas (SR) rumah tangga hingga 2030 menghadapi tantangan besar. PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk, yang ditugasi memperluas jaringan ini, mengakui kendala utama terletak pada biaya pembangunan yang tinggi dan harga jual gas yang sulit mencapai keekonomian.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, menyampaikan optimisme atas rencana tersebut, namun menyoroti pentingnya dukungan pendanaan untuk mencapai target yang telah ditetapkan.

“Dengan 5,5 juta SR jargas, kita berharap bisa mengurangi impor LPG hingga 550 ribu ton per tahun dan menghemat subsidi sekitar Rp 5,6 triliun. Ini adalah langkah strategis untuk menekan beban anggaran negara,” ujar Yuliot dalam siaran pers di Jakarta, Kamis, 12 Desember.

Meski potensinya besar, realisasi pembangunan jargas berjalan lambat. Hingga September 2024, baru 703 ribu SR yang dibangun melalui dana APBN, ditambah 400 ribu SR yang berasal dari pendanaan non-APBN. Namun, angka ini jauh dari target yang ditetapkan.

Direktur Utama PGN, Gigih Prakoso, menjelaskan bahwa tantangan utama ada pada tingginya biaya investasi infrastruktur jargas. “Biaya pembangunan jaringan gas per rumah tangga tidak murah, sementara harga jual yang ditetapkan pemerintah seringkali tidak mencerminkan keekonomian. Ini menjadi hambatan utama bagi badan usaha untuk melakukan ekspansi secara mandiri,” jelasnya.

Ia menambahkan, penghentian pendanaan APBN pada beberapa tahun lalu juga memperburuk situasi. “Ketika pemerintah mencoba mengandalkan kemampuan badan usaha tanpa dukungan APBN, progres pembangunan justru melambat,” ungkapnya.

Untuk mengejar target yang ambisius ini, pemerintah menghidupkan kembali skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Namun, upaya ini belum berhasil menarik minat investor dalam jumlah besar. Yuliot mengungkapkan bahwa pemerintah akan terus mematangkan rencana ini dengan melibatkan berbagai pihak.

“Kita sedang menyusun perencanaan agar pembangunan jargas bisa dilakukan oleh BUMN maupun perusahaan swasta non-BUMN. Ini mencakup pemetaan lokasi dan teknis implementasi yang lebih detail,” jelasnya.

Yuliot menegaskan, meski tantangan terus menghadang, pemerintah tetap optimis bahwa jargas bisa menjadi solusi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan pada impor LPG. Menurutnya, proyek ini memiliki manfaat besar tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga lingkungan. (Hartatik)

Foto banner: ESDM

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles