Jakarta – PT Perusahaan Gas Negara (PGN) menyatakan terus memperluas jaringan gas (jargas) untuk rumah tangga sebagai langkah strategis mengurangi ketergantungan pada LPG impor, disampaikan dalam keterangan Senin, 11 November. Hingga tahun 2024, PGN telah mengelola jaringan gas untuk 820.000 sambungan rumah (SR) di berbagai daerah, yang diperkirakan dapat mengurangi konsumsi LPG hingga 83.000 metrik ton per tahun.
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Iwan Prasetya Adhi, menjelaskan bahwa saat ini pembangunan infrastruktur gas bumi makin gencar dilakukan. Salah satu proyek besar adalah pembangunan pipa transmisi dari Semarang ke Batang yang mengalirkan gas dari sumber di Jawa Timur dan Jambaran-Tiung Biru (JTB).
“Harapan kami, jaringan pipa gas bisa menyambung dari Aceh hingga Jawa Timur. Dengan begitu, kelebihan pasokan gas di wilayah Aceh dan Jawa Timur bisa dialirkan ke daerah yang mengalami kelangkaan LPG,” ujar Iwan.
Menurut Iwan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga telah menginstruksikan agar jaringan gas di Pulau Jawa dioptimalkan untuk mengurangi ketergantungan pada LPG. “Jika jaringan gas dapat terhubung ke rumah tangga, masyarakat akan menikmati gas bumi dengan mudah seperti air PDAM,” tambahnya.
Sementara itu, Direktur Infrastruktur dan Teknologi PGN, Harry Budi Sidharta, menjelaskan bahwa pengembangan jaringan gas merupakan prioritas PGN dalam mendukung program substitusi energi yang dicanangkan pemerintah. Harry menyoroti bahwa sebagian besar kebutuhan LPG di Indonesia masih dipenuhi melalui impor, yang membebani anggaran negara. Menurutnya program ini sejalan tujuan pemerintah mengurangi defisit fiskal dan memperkuat ketahanan energi.
PGN menargetkan pembangunan 400.000 sambungan rumah baru hingga tahun 2025 melalui program investasi mandiri yang dikenal sebagai GasKita. Program ini telah dimulai sejak 2021 dan terus dikembangkan untuk menjangkau lebih banyak rumah tangga di berbagai wilayah Indonesia.
Berdasarkan survei yang dilakukan PGN, sekitar 56 persen rumah tangga masih merasa nyaman menggunakan LPG, sementara 17 persen lainnya mengkhawatirkan harga gas bumi yang belum kompetitif jika dibandingkan dengan LPG bersubsidi. (Hartatik)