Perubahan iklim picu krisis kakao, cuaca ekstrem hancurkan panen dan melambungkan harga

Jakarta – Harga kakao melonjak hingga 400% akibat cuaca ekstrem, dengan perubahan iklim yang menambah enam minggu suhu di atas 32°C di 71% wilayah penghasil kakao di Pantai Gading, Ghana, Kamerun, dan Nigeria, demikian menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Christian Aid, 12 Februari.

“Perubahan iklim, yang sebagian besar didorong oleh emisi gas rumah kaca di belahan bumi utara, menyebabkan malapetaka di seluruh dunia, dan para petani kakao menanggung akibatnya. Kita perlu melihat pengurangan emisi, dan pendanaan iklim yang ditargetkan diberikan kepada para petani kakao untuk membantu mereka beradaptasi,” ujar Osai Ojigho, Direktur Kebijakan dan Kampanye Publik Christian Aid.

“Cokelat adalah salah satu dari sekian banyak produk yang menghubungkan konsumen di belahan bumi utara dengan petani di belahan bumi selatan,” ujarnya.

Krisis kakao, yang diperburuk oleh gelombang panas, banjir, dan kekeringan, telah menyebabkan harga kakao mencapai rekor tertinggi, dengan puncaknya mencapai USD 12.605 per ton pada bulan Desember 2024, yang berdampak pada produsen cokelat global, termasuk produsen cokelat Nestle dan produsen cokelat di Inggris.

“Produksi kakao global telah terdampak dalam empat tahun terakhir karena iklim yang berubah dengan cepat, serta efek El Nino dan La Nina,” ujar Andy Soden dari Kernow Chocolate.

“Bagi produsen kecil, hal ini berpotensi membuat kami gulung tikar dalam jangka panjang karena harga grosir kami di tahun 2025 hampir melewati harga eceran di tahun 2023. Ini adalah inflasi yang cepat dari harga dasar,” katanya.

Para petani kakao, terutama di Ghana, Pantai Gading, dan Guatemala, mengalami kerugian panen yang sangat besar. Berbagai kesaksian menyoroti hilangnya mata pencaharian, meningkatnya kerawanan pangan, dan dampak cuaca ekstrem terhadap tanaman yang tahan banting seperti kakao dan pisang.

Amelia, 24 tahun, seorang petani kakao di Guatemala, mengatakan: “Perkebunan saya sekarat karena kekurangan air, dan dampaknya bagi saya, tidak ada makanan untuk keluarga saya. Pohon-pohon kakao sekarat, yang biasanya sangat tahan banting. Saya sebenarnya tidak khawatir bahwa hal itu ‘mungkin’ terjadi (kehilangan hasil panen akibat iklim), karena hal itu sudah terjadi.”

Para pemimpin industri dan organisasi, termasuk Fairtrade dan Christian Aid, menyerukan aksi iklim yang mendesak, pengurangan emisi, dan dukungan keuangan bagi para petani kakao untuk memastikan produksi yang berkelanjutan dan praktik-praktik perdagangan yang adil. (nsh)

Foto banner: Vie Studio/pexels.com

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles