Semarang – Fenomena perubahan iklim makin dirasakan petani tembakau di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Cuaca tidak menentu yang terjadi akhir-akhir ini menimbulkan kekhawatiran petani tembakau. Pasalnya mereka terancam gagal panen raya yang biasanya datang mulai Agustus hingga Oktober.
Ahmad, salah satu petani tembakau di Desa Tlahab Kecamatan Kledung menuturkan, Rabu (13/7), cuaca tahun ini cukup ekstrem dan curah hujan masih cukup tinggi hingga memasuki akhir bulan Juni 2022 ini. Berdasarkan pengalaman di tahun-tahun sebelumnya saat memasuki bulan Juni cuaca sudah semakin membaik, curah hujan juga sudah berkurang.
“Tembakau sangat bergantung dari cuaca, tidak hanya saat tanam tapi juga hingga menjelang panen raya,” katanya.
Biasanya, para petani mulai tanam tembakau saat memasuki bulan April dan panen raya mulai bulan Agustus hingga Oktober. Tapi sampai bulan ini, hujan masih sering mengguyur. Padahal harapan petani saat memasuki bulan Juni sudah mulai panas, dan intensitas hujan sudah sedikit. Namun ternyata yang terjadi sebaliknya, Hal senada diungkapkan Eka Yadi, petani tembakau lainnya.
Ia berharap cuaca akan berubah menjelang panen raya. Dengan demikian, kualitas tembakau bisa semakin baik dan harga jualnya bisa terdongkrak setelah dua tahun terakhir harganya terpuruk.
“Panen raya tahun 2021 kemarin paling mahal hanya terjual Rp 70 ribu per kg. Semoga cuaca semakin membaik dan harapan kami pabrikan tahun ini bisa membeli tembakau Temanggung di atas Rp 100 ribu per kg, sehingga petani tidak merugi lagi,” katanya.
Bupati Temanggung M Al Khadziq mengatakan memasuki Juli biasanya sudah kemarau, namun hingga awal Juli 2022 di daerah itu masih sering terjadi hujan yang membuat tanaman tembakau terdampak.
Menurutnya, tahun ini tanaman tembakau tampaknya mengalami pelambatan akibat perubahan iklim yang terjadi secara global karena “buktinya sampai sekarang masuk Juli, hampir setiap hari masih hujan.”
Dalam kondisi seperti ini petani tembakau mengalami kesulitan dengan hujan yang terus-menerus, karena tanaman tembakau kalau terlalu banyak air justru mati.
“Tahun ini petani mengalami tekanan berat akibat perubahan iklim. Kami hanya bisa meminta kepada para industri rokok yang membeli tembakau Temanggung, mohon betul kesulitan petani ini ikut diperhatikan dalam pembelian tembakau nantinya,” kata Bupati Khadziq.
Sebanyak 14 kecamatan dari 20 kecamatan di Kabupaten Temanggung merupakan sentra penghasil tembakau dengan rata-rata produksi tembakau setiap tahun berkisar 14.000 ton.
Secata terpisah, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan bahwa bagi “petani tembakau, bagus dan tidaknya hasil panen, itu tergantung dengan kondisi cuaca dan iklim. Sedangkan, kendalanya adalah, saat ini pemanasan global membuat perubahan iklim dan cuaca semakin tidak menentu. Tentu ini akan menyulitkan”.
Meski begitu, petani bisa memanfaatkan pengetahuan dasar membaca cuaca yang pernah diberikan BMKG melalui Sekolah Lapang Indonesia (SLI), salah satu program literasi BMKG yang bertujuan untuk meningkatkan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi multibencana di Indonesia.
Untuk skala kecamatan masing-masing, prediksi cuaca dapat diketahui melalui aplikasi telepon genggam pada ponsel pintar. (Hartatik)
Foto banner: Areal pertanian tembakau di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. (Sumber: Dok. Pemprov Jateng)