Jakarta – Dampak perubahan iklim semakin dirasakan oleh masyarakat, terutama mereka yang berada di wilayah pesisir, daerah padat penduduk, serta kelompok ekonomi lemah, menurut para peneliti dalam keterangan tertulis, Jumat, 21 Februari. Perubahan pola cuaca ekstrem mengancam ketersediaan pangan dan air bersih, yang merupakan kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup mereka.
Sejumlah akademisi dari University of Reading (Inggris), Institut Pertanian Bogor (IPB), University of the Philippines Los Banos (Filipina), dan Mahidol University (Thailand) berkumpul di Jakarta dalam sebuah diskusi bertajuk “Rural Communication for Equitable Food Security and Environmental Change in Southeast Asia”, yang bertujuan untuk merumuskan strategi komunikasi yang dapat meningkatkan ketahanan ekonomi masyarakat akar rumput terhadap dampak perubahan iklim.
Fenomena perubahan iklim juga berdampak pada determinan sosial kesehatan, seperti ketahanan pangan, ketersediaan hunian yang layak, serta akses terhadap air minum yang aman. Kelompok rentan yang terdiri dari perempuan, anak-anak, lansia, penyandang disabilitas, serta masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana, menghadapi risiko kesehatan yang semakin meningkat akibat perubahan iklim yang tak menentu.
Associate Professor dari University of Reading, Dr Sarah Cardey, menekankan pentingnya komunikasi berbasis komunitas dalam upaya adaptasi terhadap perubahan iklim. “Masyarakat pedesaan perlu mendapatkan informasi yang mudah diakses dan berbasis kebutuhan lokal, dengan pendekatan yang inklusif terhadap gender dan kondisi sosial mereka,” ujar Sarah.
Strategi komunikasi pedesaan yang diusulkan bertumpu pada empat pilar utama. Pertama, distribusi informasi yang lebih merata untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Kedua, penerapan metode komunikasi inovatif guna mendukung pelatihan dan penyebaran pengetahuan terkait mitigasi perubahan iklim. Ketiga, meningkatkan partisipasi masyarakat melalui jaringan dan kemitraan yang lebih kuat. Keempat, melakukan advokasi kebijakan yang berpihak pada masyarakat rentan.
Sebagai bagian dari inisiatif ini, PT Amartha Mikro Fintek (Amartha), penyedia layanan keuangan digital yang fokus pada pemberdayaan ekonomi masyarakat akar rumput, turut menggandeng akademisi untuk mengembangkan solusi adaptasi berbasis komunitas. Diskusi yang berlangsung pada 17–21 Februari 2025 di Jakarta dan Solo ini menjadi langkah awal dalam merancang pendekatan yang lebih efektif dan aplikatif bagi komunitas rentan.
Chief Risk & Sustainability Officer Amartha, Aria Widyanto, mengungkapkan bahwa perubahan iklim berdampak signifikan terhadap mata pencaharian masyarakat pedesaan.
“Fenomena cuaca ekstrem dapat mengurangi hasil panen dan memperburuk ketahanan pangan. Oleh karena itu, masyarakat perlu dibekali dengan informasi dan keterampilan yang memadai untuk membangun ketahanan dan beradaptasi dengan kondisi yang berubah,” ujar Aria.
Namun, membangun kesadaran masyarakat mengenai ancaman perubahan iklim bukanlah tugas mudah. Perbedaan budaya, bahasa, serta norma di berbagai daerah menjadi tantangan tersendiri dalam upaya komunikasi dan edukasi. Oleh sebab itu, pendekatan berbasis komunitas yang memberdayakan masyarakat lokal sebagai pengambil keputusan menjadi strategi utama yang diusulkan oleh para akademisi.
Sebagai bagian dari rangkaian diskusi, para akademisi juga mengikuti workshop dan eksplorasi pasar tradisional di Solo, yang menjadi pusat aktivitas ekonomi akar rumput. Dalam kegiatan ini, mereka turut serta dalam lokakarya membatik yang dipandu oleh Eny Zaqiyah, pemilik Batik Puspa di Kampung Batik Laweyan, Solo.
Hasil diskusi dan inisiatif yang dirancang dalam seminar ini akan dipresentasikan dalam forum internasional “2025 Asia Grassroots Forum hosted by Amartha” yang akan diselenggarakan pada 21-23 Mei 2025 di Bali. Forum ini akan dihadiri oleh 1.000 peserta dari berbagai sektor, termasuk pemerintah, pengusaha, startup, investor, akademisi, LSM, serta inovator. Diharapkan, kolaborasi lintas sektor ini dapat memperkuat ketahanan masyarakat akar rumput dalam menghadapi tantangan perubahan iklim di masa depan. (Hartatik)