Perubahan iklim akibatkan debit waduk Jatigede berkurang tahun 2045

Delegas Indonesia di Kongres ke-27 International Commission On Large Dams (ICOLD) pada 1-3 Juni 2022 di Marseille, Perancis. (Sumber: Kementerian PUPR)

Jakarta – Pemanasan suhu bumi akibat perubahan iklim akan membawa perubahan besar dan menyebabkan banyak masalah lingkungan, termasuk pada pengelolaan Waduk Jatigede. Berdasarkan studi yang dilakukan pada Waduk Jatigede dalam kaitannya dengan dampak perubahan iklim, secara umum inflow waduk sampai tahun 2045 diproyeksikan akan mengalami tren penurunan dan lebih lama pada saat musim kemarau.

Direktur Bendungan dan Danau Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Airlangga Mardjono dalam rilis tertulis, Senin (6/6), mengatakan bahwa waduk terbesar kedua di Indonesia ini memiliki kapasitas sekitar 2 miliar meter kubik dan berfungsi memasok air baku 3,5 m3/detik.

“Waduk Jatigede mengalirkan air pada jaringan irigasi seluas 90.000 hektar dan pembangkit listrik 110 MW, serta mengendalikan banjir pada area seluas 14.000 hektar di daerah hilir,” ungkap Komite Nasional Indonesia untuk Bendungan Besar (KNIBB) ini dalam Kongres ke-27 International Commission On Large Dams (ICOLD) pada 1-3 Juni 2022 di Marseille, Perancis.

Pada kongres itu, beberapa delegasi Indonesia terlibat aktif sebagai pembicara mengenai pembangunan dan pengelolaan bendungan serta kaitannya terhadap isu perubahan iklim. Para pembicara tersebut yakni Ketua Indonesian National Committee on Large Dams (INACOLD) atau Komite Nasional Indonesia untuk Bendungan Besar (KNIBB), perwakilan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan institusi lainnya.

Lebih lanjut, simulasi yang dilakukan pada musim hujan dan kondisi normal terhadap waduk yang berlokasi di Kabupaten Sumedang Jawa Barat itu menunjukkan tidak ada dampak yang signifikan, Namun pada saat musim kemarau akan mengganggu irigasi serta menurunkan reservoir level dan energy generation.

“Analisis dampak perubahan iklim pada inflow Waduk Jatigede tersebut menggunakan pendekatan 7 General Circulation Model (GCM) dan skenario Representative Concentration Pathways (RCP) 8,5 berdasarkan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2013,” terang Airlangga.

Adapun periode waktu yang digunakan sebagai baseline yaitu 1981-2005, sedangkan periode proyeksi tahun 2006-2045.

Pada Kongres ICOLD 2022 tersebut, pembicara lainnya dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia Evi Anggraheni menjelaskan pengaruh perubahan iklim terhadap sedimentasi bendungan di Daerah Aliran Sungai (DAS) pengaruh vulkanik, dengan studi kasus pada DAS Serayu dan Brantas. Sedangkan, dari Perum Jasa Tirta II Reni Mayasari menyampaikan dampak perubahan iklim pada pengelolaan 3 waduk besar di Sungai Citarum, yaitu Waduk Saguling (1985), Waduk Cirata (1988), dan Waduk Djuanda (1967). Untuk mengurangi dampak perubahan iklim, diperlukan penguatan dalam pengelolaan ketiga waduk tersebut.

Pada sesi yang lain, pembicara dari Balai Teknik Bendungan, Ditjen Sumber Daya Air Aris Rinaldi menyampaikan bahwa monitoring air tanah dalam evaluasi keselamatan bendungan merupakan bagian penting dalam pengelolaan dan pemeliharaan bendungan. (Hartatik)

Banner photo: Waduk Jatigede (Akhmad Dody Firmansyah/shutterstock.com)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles