Jakarta – PT Pertamina (Persero) memprioritaskan proses penawaran saham umum perdana atau initial public offering (IPO) anak usahanya yakni Pertamina Geothermal Energy (PGE) dan Pertamina Hulu Energi (PHE). Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan IPO dua anak usaha tersebut ditargetkan dapat rampung pada semester 1 2023.
“Pemegang saham memberikan target untuk meningkatkan market cap atau value of company, kami melakukan unlock value di semester I tahun ini,” ujar Nicke, dalam gelaran Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR, baru-baru ini.
Kepala Eksekutif Pengawasan Pasar Modal Otoritas Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Inarno Djajadi mengatakan mengungkapkan bahwa proses IPO PHE ada sedikit penundaan, karena masih harus memperbaiki laporan keuangannya. Sedangkan PGE sedang dalam proses penawaran perdana alias bookbuilding di kisaran Rp 820-Rp 945 per saham. Dalam IPO saham PGE, Pertamina Geothermal Energy akan melepas sebanyak-banyaknya 10,35 miliar saham. Dengan demikian, PGE berpotensi meraup dana segar maksimal Rp 9,78 triliun.
Subholding Upstream Pertamina ini akan menawarkan saham perdana ke publik sebesar 10% sampai dengan 15%. Berdasarkan track record-nya PHE memiliki kinerja perusahaan yang positif antara lain melampaui key performance indicator hingga 102% pada tahun 2020, melampaui target produksi minyak dan gas yang ditetapkan dalam RKAP tahun 2021, hingga mencatatkan angka akumulatif produksi migas rata-rata sebesar 962.000 barel setara minyak per hari (MBOEPD) pada kuartal III-2022.
FSPPB tolak keras privatisasi unit usaha Pertamina
Langkah Pertamina memprivatisasi anak usahanya ini menuai penolakan keras dari Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) sebagai induk organisasi yang beranggotakan 25 Serikat Pekerja di lingkungan PT Pertamina (Persero), dan mendesak penghentian semua upaya privatisasi seluruh unit usaha Pertamina.
Dalam keterangan tertulisnya, Presiden FSPPB Arie Gumilar menolak aksi korporasi yang melakukan privatisasi PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) melalui Initial Public Offering (IPO). Menurutnya, PGE sebagai bagian dari afiliasi Pertamina, selama ini baik-baik saja.
“PGE telah mencapai begitu banyak prestasi dan terus tumbuh sebagai salah satu perusahaan yang mengelola energi terbarukan serta menjadi masa depan elektrifikasi Indonesia di sektor hulu,” ujar Arie, awal minggu ini.
Lebih lanjut, ia mengatakan, PGE mencatatkan kinerja positif sepanjang tahun dan berbagai penghargaan juga terus diraih oleh PGE dengan tetap 100% milik Pertamina. Di antaranya meraih Proper Emas selama 12 tahun berturut-turut dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Selain itu PGE juga meraih Index ESG tertinggi dari 679 perusahaan utility dan renewable power production di seluruh dunia serta banyak penghargaan-penghargaan lainnya.
Arie juga menyatakan bahwa “PGE juga tidak pernah kesulitan mendapatkan mitra strategis dalam setiap proyek pengembangan bisnisnya”. PGE telah dan sedang bekerja sama dengan banyak pihak sebagai lender strategis dan mendapatkan bunga pinjaman lunak seperti World Bank dengan fix rate 0.5 % per tahun selama 40 tahun plus grace periode 10 tahun, JICA (Japan International Cooperation Agency) dengan interest rate sebesar 0,6 % per tahun untuk tranche ke-1 dan sebesar 0,01% per tahun fix rate di tranche ke-2 dengan tenor 40 tahun plus grace periode 10 Tahun, serta masih banyak lagi yang lainnya.
Sutrisno, Sekjen FSPPB, dalam keterangan tertulisnya juga menjelaskan bahwa negara Indonesia memiliki kurang lebih 40% cadangan geothermal dunia dengan potensi cadangan 25,4 Giga Watt (GW) atau setara dengan 25,4 miliar Watt. Dengan demikian posisi Indonesia sebagai negara pemilik cadangan terbesar di dunia atas sumber energi geothermal yang bersih, ramah lingkungan dan terbarukan. (Hartatik)
Foto banner: PT Pertamina Hulu Energi (PHE), subholding hulu Pertamina’s, melalui PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONW). (Sumber: Pertamina)