Jakarta – PT Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) bersama perusahaan energi terbarukan global asal Tiongkok, LONGi Green Technology Co., Ltd. memulai pembangunan fasilitas manufaktur panel surya untuk memperkuat ekosistem transisi energi di Indonesia, menurut Pertamina NRE, Senin, 23 Juni.
Fasilitas yang akan dibangun di Deltamas, Jawa Barat ini ditargetkan memiliki kapasitas produksi 1,4 gigawatt (GW) per tahun, dan akan mengadopsi teknologi canggih Hybrid Passivated Back Contact (HPBC) 2.0 tipe N, teknologi terkini milik LONGi yang dikenal memiliki efisiensi tinggi dalam konversi energi matahari menjadi listrik.
Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi menyatakan bahwa pembangunan fasilitas ini akan menjadi fondasi penting dalam mendorong realisasi target bauran energi baru terbarukan sebesar 34,3% pada tahun 2034, sesuai dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan proyeksi RUPTL terbaru.
“Fasilitas ini diharapkan dapat berkontribusi pada target tambahan kapasitas pembangkit sebesar 69,5 GW hingga 2034, di mana sekitar 61% atau 42,6 GW di antaranya berasal dari pembangkit EBT,” kata Eniya.
Proyek ini tidak hanya memperkuat kapasitas manufaktur nasional dalam bidang solar photovoltaic (PV), tetapi juga berpotensi membuka lapangan kerja baru serta mendorong industri hilir energi baru terbarukan di Tanah Air.
Dukung rantai pasok global
Dari sisi investasi, pemerintah memberikan dukungan penuh terhadap langkah ini. Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM, Edy Junaedi, menilai kehadiran fasilitas ini akan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global di industri energi bersih.
“Investasi LONGi dan Pertamina NRE ini bukan hanya memperbesar kapasitas manufaktur, tetapi juga mengintegrasikan Indonesia lebih dalam dalam rantai pasok global solar PV, sekaligus memperkuat kolaborasi strategis Indonesia–Tiongkok dalam sektor transisi energi,” ujar Edy.
Produksi dalam negeri panel surya saat ini masih berada pada angka sekitar 1,6 GWp per tahun, menurut data Kementerian Perindustrian. Dengan hadirnya pabrik baru ini, kapasitas nasional akan meningkat hampir dua kali lipat menjadi 3 GWp, mendekatkan Indonesia ke arah pencapaian target jangka panjang 300–400 GWp PLTS pada tahun 2060.
CEO Pertamina NRE, John Anis, menyampaikan bahwa proyek ini merupakan langkah konkret untuk mengurangi ketergantungan pada produk impor dan memperkuat kemandirian teknologi energi terbarukan nasional.
“Kami ingin membangun basis produksi lokal yang kuat, memperkuat rantai pasok nasional, sekaligus menciptakan lapangan kerja hijau dengan keterampilan tinggi di sektor energi surya,” ungkap John.
Teknologi global, aksi lokal
Vice President LONGi Global, Dennis She, menambahkan bahwa kerja sama ini merupakan peluang strategis bagi LONGi untuk memperluas kiprah di Asia Tenggara, khususnya dalam mendukung ambisi transisi energi Indonesia.
“Kami berkomitmen untuk berbagi pengetahuan dan teknologi solar PV terbaik kepada Indonesia, demi mencapai target energi bersih yang ambisius,” kata Dennis.
Proyek ini juga digadang-gadang sebagai pendorong pengembangan proyek-proyek terkait seperti solar cell, green hydrogen, dan penyimpanan energi (battery energy storage system/BESS) di masa depan. Dengan adanya pabrik ini, pembangunan pembangkit tenaga surya skala besar akan lebih feasible dari sisi pasokan dan efisiensi biaya.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Fadjar Djoko Santoso, menegaskan bahwa pembangunan fasilitas ini sejalan dengan peran Pertamina sebagai garda depan transisi energi nasional dan mendukung visi net zero emission (NZE) tahun 2060.
“Pertamina melalui NRE terus berkomitmen memperkuat ekosistem energi terbarukan. Fasilitas ini akan menjadi salah satu pilar penting dalam mencapai kemandirian energi sekaligus mempercepat transisi energi Indonesia,” tutur Fadjar. (Hartatik)
Foto banner: Pertamina NRE