Perempuan nelayan Kupang desak DPR bertindak nyata hadapi krisis iklim

Peluncuran “Surat untuk Sara” diinisiasi oleh 350.org Indonesia, Yayasan PIKUL, Climate Rangers Jakarta, WeSpeakUp.org, dan Majelis Nelayan Bersatu Kota Kupang melalui diskusi publik daring yang diselenggarakan pada Jumat, 25 April 2025 lalu.

Jakarta – Masyarakat dari pesisir Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur desak anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendukung masyarakat terancam krisis iklim. Yasinta Yunita Adoe, seorang nelayan perempuan, mengirim surat terbuka kepada anggota Komisi VII DPR RI, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, mendesak agar wakil rakyat memperjuangkan transisi energi bersih dan meningkatkan target penurunan emisi Indonesia dalam dokumen Second Nationally Determined Contribution (SNDC).

“Saat Siklon Seroja melanda, orang tua saya kehilangan perahu dan alat tangkap. Sampai sekarang kami belum pulih, karena tidak ada dukungan konkret dari pemerintah,” ujar Yasinta dalam acara peluncuran “Surat untuk Sara” yang diadakan secara daring pada Jumat, 25 April 2025.

Peluncuran surat ini diinisiasi oleh 350.org Indonesia, Yayasan PIKUL, Climate Rangers Jakarta, WeSpeakUp.org, dan Majelis Nelayan Bersatu Kota Kupang. Inisiatif ini bertujuan membawa suara komunitas pesisir ke tingkat nasional, agar legislator seperti Rahayu Saraswati lebih memahami langsung kondisi lapangan.

Selama ini, menurut Yasinta, advokasi di tingkat daerah belum membuahkan kebijakan perlindungan yang memadai bagi nelayan yang menjadi korban bencana iklim.

Tuntutan energi bersih dan percepatan aksi iklim

Diskusi publik tersebut juga mengkritisi stagnasi ambisi iklim nasional. Saat dunia telah menghasilkan lebih dari 30% energi dari sumber terbarukan, Indonesia baru memanfaatkan kurang dari 1% dari total potensi energi terbarukannya.

Sisilia Nurmala Dewi dari 350.org Indonesia menekankan pentingnya partisipasi publik dalam mendesak perubahan.

“Sebagai perempuan dan ibu, saya berdiri bersama Sinta dan perempuan lain untuk melindungi masa depan generasi mendatang. Target energi terbarukan Indonesia harus ditingkatkan tiga kali lipat jika ingin serius menghadapi krisis iklim,” ujarnya.

Sisilia juga mengajak publik mendukung petisi “3x Lipat Energi Terbarukan 2030”, sebagai langkah konkret mendorong penghentian energi fosil, peningkatan efisiensi energi, dan pencapaian target net zero emission.

Dampak krisis iklim di Indonesia Timur menjadi sorotan dalam diskusi ini. Dina Soro dari Yayasan PIKUL mengingatkan bahwa wilayah seperti NTT sudah berada di garis depan bencana iklim.

“Kekeringan ekstrem, badai tropis, dan banjir bandang seperti saat Siklon Seroja bukan sekadar ancaman masa depan. Itu sudah menjadi kenyataan hari ini,” ujarnya.

Kerusakan sektor pertanian dan perikanan akibat ketidakpastian musim tanam dan musim tangkap telah memperparah kerentanan ekonomi masyarakat pesisir.

Generasi muda ambil peran dalam perubahan

Isu keadilan antar generasi juga mengemuka. Febriani Nainggolan dari Climate Rangers Jakarta menekankan pentingnya keterlibatan anak muda.

“Anak muda hari ini punya semangat dan kemampuan untuk mendorong perubahan. Kami memperjuangkan bukan hanya keadilan untuk saat ini, tapi juga masa depan kami sendiri,” tegas Febri.

Ia mengajak generasi muda aktif menggalang kampanye, menyuarakan opini di media sosial, hingga bergabung dalam forum-forum kebijakan dan membangun solidaritas akar rumput.

Diskusi publik ini menjadi momentum penting untuk memperkuat suara masyarakat rentan dalam pengambilan keputusan iklim nasional. Para inisiator mengajak semua elemen masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam mendorong kebijakan iklim yang adil, ambisius, dan berpihak pada komunitas terdampak. (Hartatik)

Foto banner: Gambar dibuat menggunakan OpenAI DALL·E via ChatGPT (2024)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles