Pengelola gedung dan transportasi publik akan diwajibkan lapor konsumsi energi

Direktur Konservasi Energi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Luh Nyoman Puspa Dewi memaparkan kondisi ekonomi lokal dalam Bisnis Indonesia Mid-Year Economic Outlook 2022, Selasa (2/8). (Foto: Hartatik)

Jakarta – Pengelola gedung komersial maupun publik hingga layanan transportasi dengan konsumsi energi sebesar 500 ton setara minyak atau ton oil equivalent (TOE) akan diwajibkan untuk melaporkan penggunaan energi sekaligus menerapkan manajemen energi yang terukur. Kewajiban tersebut nantinya akan diatur dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 70/ 2009 tentang Konservasi Energi.

“Di dalam (revisi) peraturan ini, kami akan cantumkan adanya adanya kewajiban untuk sektor komersial untuk di tingkat konsumsi energi yang 500 ton oil per equivalent nanti melaporkan penggunaan energinya,” ujar Direktur Konservasi Energi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Luh Nyoman Puspa Dewi secara daring, Selasa (2/8).

Lebih lanjut, Nyoman mengatakan, pelanggan listrik juga wajib untuk melakukan manajemen konsumsi energi mereka. Dia mencontohkan, mal atau layanan kesehatan seperti rumah sakit dapat menerapkan desain bangunan yang lebih efisien untuk menyerap energi dari alam. Begitu pula dengan pengelola layanan transportasi publik diminta untuk melakukan penghematan energi.

“Sebelumnya kita tidak mencantumkan kewajiban itu. Di dalam revisi PP yang baru, kita akan mencantumkan kewajiban tersebut untuk manajemen energi,” imbuhnya. Pada kesempatan itu, Nyoman memaparkan data realisasi investasi EBTKE baru mencapai 0,58 miliar USD atau 14 persen dari target 2022 yang dipatok sebesar 3,98 miliar USD.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana menambahkan, rendahnya realisasi investasi itu disebabkan karena molornya pengesahan Peraturan Presiden (Perpres) tentang tarif pembelian tenaga listrik energi baru dan terbarukan (EBT) yang direncanakan selesai pada awal tahun ini.

Selain itu, Dadan menekankan, kebijakan pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS Atap yang sempat terkendala turut memengaruhi capaian investasi yang relatif minim hingga pertengahan tahun ini. “Dari target hampir 4 miliar USD basisnya Perpres tentang tarif EBT bisa keluar di awal tahun juga kebijakan PLTS Atap bisa smooth berjalan,” ungkapnya. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles