Pengamat: Kesepakatan tarif AS akan hambat transisi energi dan kemandirian energi nasional

Jakarta – Para pengamat mengatakan kesepakatan tarif resiprokal Amerika Serikat akan menghambat komitmen Indonesia dalam mempercepat transisi energi dan mencapai kemandirian energi. Firdaus Cahyadi, Pendiri Indonesian Climate Justice Literacy, menilai bahwa syarat penurunan tarif tersebut sangat memberatkan Indonesia.

“Negosiasi tarif dagang Indonesia dan AS memang mampu menurunkan tarif dari 32 ke 19 persen. Namun, syaratnya sangat memberatkan Indonesia,” ujarnya kepada tanahair.net, Jumat, 18 Juli.

Pada hari Rabu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan bahwa kesepakatan dagang penting dengan Indonesia telah tercapai. Trump juga menjelaskan bahwa Indonesia harus memenuhi beberapa komitmen perdagangan sebagai bentuk timbal balik. Salah satunya adalah kesediaan pemerintah Indonesia untuk membeli produk energi asal AS senilai 15 miliar dolar AS atau sekitar Rp 244 triliun (kurs Rp 16.271/USD).

“Energi yang diimpor dari AS adalah energi fosil—seperti minyak mentah, LNG, batu bara metalurgi, dan hydrocarbon gas liquids. Kewajiban impor itu akan memperpanjang ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil. Semakin lama Indonesia tergantung terhadap energi fosil, semakin lama untuk melakukan transisi energi. Dari sisi lingkungan hidup ini sangat merugikan,” lanjut Firdaus.

Ia juga menambahkan bahwa hasil negosiasi ini mencerminkan kegagalan Presiden Prabowo Subianto dalam memenuhi janjinya untuk mewujudkan swasembada energi dan mempercepat transisi energi.

Data dari U.S. Energy Information Administration (EIA) menunjukkan bahwa selama 2020–2024, ekspor energi AS ke Indonesia rata-rata mencapai hampir USD 3 miliar per tahun, terutama dalam bentuk minyak mentah, LNG, dan batu bara metalurgi. Dengan kesepakatan tarif baru ini, volume impor diperkirakan melonjak hingga 50 persen. Kenaikan impor ini, menurut Firdaus, akan semakin menyempitkan ruang bagi pengembangan bauran energi berbasis energi terbarukan di Indonesia.

Kadin: Kesempatan pacu ekspor

Selain itu, Indonesia juga akan mengimpor produk pertanian dari AS senilai USD 4,5 miliar atau setara Rp 73 triliun. Dalam sektor aviasi, Indonesia — melalui maskapai nasional Garuda Indonesia — direncanakan akan membeli 50 unit pesawat Boeing. Kesepakatan tersebut disebut Trump sebagai bagian dari “hubungan dagang saling menguntungkan” yang memperkuat posisi ekonomi Amerika Serikat, sembari tetap menguntungkan mitra dagangnya di Asia Tenggara.

Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Bakrie, sebagaimana diberitakan Antaranews, mengatakan bahwa kesepakatan ini adalah peluang untuk meningkatkan ekspor nasional. Ia menambahkan bahwa hasil negosiasi pemerintah Indonesia dengan AS lebih baik dibanding banyak negara lain dan patut diapresiasi karena tercapai di tengah posisi Indonesia yang memang mencatat surplus perdagangan dengan AS.

Kepala Komunikasi Kepresidenan Republik Indonesia, Hasan Nasbi, mengatakan bahwa hasil negosiasi dagang dan penurunan tarif dari AS merupakan pencapaian diplomatik yang signifikan. “Ini bukan kemajuan kecil, dan patut kita syukuri,” ujar Hasan dalam konferensi pers, Rabu, 16 Juli.

Meski demikian, ia menolak menjelaskan lebih jauh mengenai detail isi perjanjian tersebut. Hasan menyebut bahwa seluruh penjelasan resmi akan disampaikan langsung oleh tim negosiasi dan Presiden Prabowo Subianto setelah kembali dari kunjungan luar negeri. (Hartatik/nsh)

Foto banner: Presiden Prabowo Subianto memberikan keterangannya kepada awak media di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada Rabu, 16 Juli 2025. Sumber: BPMI Setpres/Muchlis Jr

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles