Pengamat: Intelektual kampus harus lawan revisi UU Minerba, target disahkan DPR 18 Februari

Jakarta – Pendiri Indonesian Climate Justice Literacy, Firdaus Cahyadi, menegaskan pentingnya peran intelektual kampus dalam menolak revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang rencananya akan disahkan Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 18 Februari mendatang.

“Jika dibiarkan disahkan tanpa perlawanan, tanggal itu akan menjadi tanggal kematian suara kritis kampus,” ujarnya, Rabu, 12 Februari.

Ia menambahkan bahwa melalui UU Minerba yang direvisi, upaya pembungkaman suara kritis kampus melalui pembagian konsesi tambang bekas akan mendapatkan payung hukum. Firdaus menyoroti bahwa pemberian konsesi tambang kepada perguruan tinggi merupakan strategi untuk melegitimasi kebijakan pemerintah yang merusak lingkungan.

“Para ilmuwan di kampus akan dijadikan sekadar stempel dari kebijakan pemerintah yang merusak alam dan menimbulkan konflik sosial di masyarakat,” jelasnya. Ia juga mengingatkan bahwa sebelumnya, pemerintah telah melakukan hal serupa terhadap organisasi massa keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, Firdaus menilai komitmen pemerintah terhadap lingkungan hidup semakin melemah. “Indikasinya, warisan buruk Presiden Joko Widodo yang membagi-bagi tambang batubara untuk membungkam suara kritis ormas keagamaan, tidak dikoreksi tapi justru dilanjutkan dan diperluas ke perguruan tinggi,” katanya.

Ia memperingatkan bahwa jika tren ini berlanjut, Indonesia akan menghadapi bencana ekologis.

Firdaus mendesak anggota DPR untuk mengambil sikap berbeda dari pemerintah yang ia sebut sedang menuju “tindakan bunuh diri ekologi.” “Revisi UU Minerba, yang memberikan peluang bagi-bagi konsesi tambang untuk membungkam suara kritis perguruan tinggi, harus dihentikan,” tegasnya.

Ia menekankan bahwa anggota DPR harus mendengar suara rakyat dan tidak hanya menyetujui setiap gagasan pemerintah yang berpotensi membahayakan kelestarian alam dan keselamatan warga negara.

Namun, Firdaus juga menekankan bahwa publik tidak bisa hanya menunggu niat baik dari anggota DPR. Ia mengajak intelektual kampus untuk lebih aktif dan tegas menolak upaya negara yang berusaha membungkam sikap kritis mereka. “Jika perguruan tinggi mendapatkan konsesi tambang, intelektual kampus akan hanya menjadi sekadar intelektual tukang,” ujarnya.

Menurutnya, hal ini akan merusak integritas dan martabat perguruan tinggi sebagai pusat pemikiran kritis. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles