Jakarta – Pemerintah berusaha menggenjot sektor energi yang berkontribusi terhadap penurunan emisi gas rumah kaca. Salah satunya pengembangan jenis tanamanan bioenergi pada lahan gambut terdegradasi.
Kepala Badan Standardisasi Instrumen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ary Sudijanto menyatakan, produksi bioenergi akan diarahkan pada pemanfaatan lahan terdegradasi, termasuk gambut, untuk mencegah kompetisi penggunaan lahan guna kebutuhan produksi pangan dan konservasi keanekaragaman hayati.
“Pengembangan bioenergi di lahan terdegradasi juga akan mendukung target untuk merehabilitasi lahan seluas 14 juta hektar,” ujar Ary dalam keterangan resmi, Minggu (8/5).
Sejauh ini, lanjutnya, Kementerian KLHK telah bekerja sama dengan sejumlah mitra seperti pusat penelitian kehutanan internasional (CIFOR), National Institute of Forest Science (NiFoS) Republik Korea, dan juga mitra-mitra lokal di Indonesia untuk mengidentifikasi areal dan jenis tanaman yang cocok untuk dikembangkan.
Adapun jenis tanaman potensial yang dikembangkan ialah nyamplung (Calophyllum inophyllum) yang bisa diolah menjadi bahan bakar minyak nabati atau gamal yang dimanfaatkan sebagai energi biomassa.
Pengembangan jenis tanaman bioenergi pada lahan gambut terdegradasi itu sekaligus bisa menjadi solusi ganda untuk merehabilitasi lahan sekaligus penyediaan energi terbarukan sebagai solusi krisis perubahan iklim. Hal itu sejalan dengan komitmen pemerintah menaikkan penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT), termasuk yang berasal dari bioenergi seperti bahan bakar nabati maupun biomassa.
Seperti diketahui, sektor energi berkontribusi sebesar 11% dari 29% target penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia di tahun 2030 seperti tercantum dalam dokumen NDC (Nationally Determined Contributions).
Sementara itu, Ketua umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo mengatakan, pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) siap mendukung pengembangan bioenergi sambil memulihkan lahan gambut terdegradasi.
“PBPH bisa menerapkan multiusaha kehutanan dengan pola paludikultur agroforestri untuk mendukung kebijakan tersebut,” katanya.
Paludikultur adalah sistem budidaya di lahan gambut yang mengoptimalkan jenis-jenis tanaman asli atau tanaman lain yang adaptif. Untuk pemanfaatan jangka pendek bisa dilakukan dengan menanam serai wangi dan jelutung yang bisa disadap getahnya untuk pemanfaatan jangka panjang. Sedangkan untuk jangka menengah bisa dimanfaatkan dengan menanam tanaman bioenergi seperti gamal (Gliricidia sepium), yang kayunya memiliki nilai kalori tinggi tak kalah dengan batubara.
Tanaman gamal bisa dibudidayakan dengan sistem trubusan (coppice) yang berarti pohon tidak perlu ditebang habis untuk pemanfaatan kayunya. “Saat ini pola paludikultur ini sedang diuji coba di salah satu PBPH di Kalimantan Barat,” kata Indroyono.
Dia mengatakan kayu gamal bisa dimanfaatkan dalam bentuk serpih atau diolah menjadi wood pellet untuk selanjutnya menjadi pendamping atau pengganti batubara di pembangkit listrik. Menurut Indroyono, PLN saat ini sedang menuju penggunaan biomassa yang lebih banyak untuk pembangkitan listrik.
“Dibutuhkan sekitar 4,1 juta per tahun biomassa untuk kebutuhan co firing di 52 lokasi pembangkit listrik PLN,” imbuhnya.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Profesor Budi Leksono menambahkan, tanaman yang juga potensial dikembangkan sebagai bioenergi sekaligus merehabilitasi gambut adalah nyamplung (Calophyllum inophyllum). “Produktivitas tanaman nyamplung sangat tinggi mencapai 20 ton per hektare/tahun dengan rendemen minyak bisa mencapai 60% dari berat biji kering,” terang Budi.
Nyamplung juga punya keunggulan karena minyak yang dihasilkan tidak bersaing untuk kebutuhan pangan seperti halnya pada minyak sawit. Peneliti CIFOR Mi Hyun sol mengingatkan pentingnya menjaga dan merestorasi gambut karena memiliki peran penting dalam kehidupan, seperti sumber air, pangan, tempat berbagai keanekaragaman hayati, dan membantu mengendalikan perubahan iklim. (Hartatik)
Foto banner: Lahan gambut terdegradasi di Sumatra (Taufan Kharis/shutterstock.com)