Jakarta – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meminta perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) agar memanfaatkan hutan produksi dengan mengimplementasikan multiusaha kehutanan.
Pengelolaan hutan lestari berkontribusi terhadap pengendalian perubahan iklim. “Ini berarti PBPH tidak hanya berbasis pada hasil hutan kayu tapi juga hasil hutan bukan kayu, jasa lingkungan, jasa sosial, dan fungsi penyangga kehidupan,” ujar Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agus Justianto saat talkshow dalam Indonesia Green Environment and Forestry Expo, Senin (4/7).
Agus menjelaskan, pasca terbitnya Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker), ada rekonfigurasi dalam pengelolaan kawasan hutan produksi. Pengelolaan kawasan hutan lestari dikelola dengan pendekatan landskap yang memperhatikan kelola sosial, kelola lingkungan, dan kelola ekonomi untuk kesejahteraan.
“Pengelolaan hutan lestari adalah pilar penting membangkitkan sektor kehutanan sekaligus menjadi penopang dalam pencapaian komitmen Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim,” imbuhnya.
Berdasarkan data KLHK dari 120 juta hektare kawasan hutan yang berupa daratan, seluas 67,5 juta hektare adalah kawasan hutan produksi dengan 32,9 juta hektare di antaranya telah dibebani izin.
Lebih lanjut Agus menjelaskan pentingnya pengelolaan hutan lestari dalam pengendalian perubahan iklim. Dia mengungkapkan, sebagai kontribusi dalam pengendalian perubahan iklim, Indonesia telah mencanangkan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen dengan upaya sendiri atau 41 persen dengan dukungan Internasional.
Terkait dengan hal ini, dibanding sektor lain, sektor kehutanan memiliki porsi terbesar didalam target penurunan emisi GRK sebesar 59,76% di tahun 2030. Untuk itu, Pemerintah mengakselerasi penurunan emisi GRK menuju Net Sink FOLU yang dituangkan dalam dokumen Long Term Strategy Low Carbon Climate Resilience (LTS-LCCR).
Salah satu aksi mitigasi sektor FoLU adalah pengelolaan hutan lestari, antara lain melalui penerapan multiusaha kehutanan, Reduced Impact Logging (RIL), dan sistem silvikultur yang sesuai. (Hartatik)