Pegiat lingkungan: Perbankan masih minati pendanaan energi kotor

Jakarta – Para pegiat lingkungan mengatakan masih banyak bank di Indonesia yang terlibat dalam pendanaan energi batubara, walau secara global bank-bank mulai meninggalkan pendanaan energi batubara lantaran dianggap tidak ramah lingkungan dan menimbulkan emisi karbon penyebab krisis iklim.

“Selama dua dekade, emisi karbon yang dihasilkan sektor energi meningkat sebanyak dua kali lipat,” kata Juru Kampanye Keuangan Energi Asia Market Forces Binbin Mariana dalam diskusi ”Merdeka dari Energi Kotor, Bersihkan Bank-mu dari Batubara”.

Menurutnya, PT Adaro berencana membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) captive berkapasitas 1,1 Gigawatt, yang akan digunakan untuk memasok listrik ke smelter aluminium di dalam mega proyek Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI), Kalimantan Utara.

Diperkirakan, PLTU itu dapat menghasilkan emisi 5,2 juta ton CO2 per tahun, sehingga dinilai tidak sesuai dengan upaya memperlambat laju kenaikan temperatur bumi dan mencapai net zero pada tahun 2050.

Komitmen Indonesia yang dituangkan dalam enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) pada September 2022, menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dengan kemampuan sendiri sebesar 31,89 persen dan dengan dukungan internasional sebesar 43,2 persen pada tahun 2030.

”Bank-bank seperti Mandiri, CIMB atau UOB yang masih membiayai Adaro tidak memperhitungkan risiko finansial dan krisis iklim yang terjadi sebagai dampak dari pembiayaan ke batubara. Padahal bank sebagai lembaga intermediasi yang bertanggung jawab harusnya mengukur risiko-risiko ini dengan baik,” ungkap Binbin.

Besarnya minat bank-bank di Indonesia pada batubara tidak lepas dari jaminan dan minimnya risiko investasi. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, pertumbuhan kredit perbankan terhadap sektor pertambangan meningkat 50 persen dibandingkan tahun lalu. Ini karena sektor perbankan masih berharap pada kenaikan harga komoditas batubara yang terus berlanjut.

”Muncul anggapan juga bahwa investasi di sektor pertambahan dan hilirisasi minerba sesuai dengan peta jalan kebijakan pemerintah pusat. Lalu, ada jaminan dari negara saat terjadi tekanan finansial sehingga investasi di sektor pertambangan risikonya relatif kecil,” kata Bhima.

Otoritas Jasa Keuangan, kata Bhima, berperan penting dalam menentukan kebijakan sektor perbankan. Sampai saat ini, OJK masih mengategorikan PLTU dan sebagian pertambangan berkategori oranye atau zona tengah antara merah dan hijau.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut, produksi batubara di Indonesia pada tahun 2022 terealisasi 687 juta ton atau 103 persen dari yang ditargetkan, yakni 663 juta ton. Lalu, pemanfaatan batubara domestik juga meningkat mencapai 124,8 persen atau terealisasi 206 juta ton dari yang ditargetkan 165,7 juta ton. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles